Ilustrasi: Jalan Kebaikan dan Penilaian
Ayat 105 dari Surah At-Taubah (surah ke-9 dalam Al-Qur'an) adalah pengingat penting bagi setiap Muslim mengenai tanggung jawab amal perbuatan dan pengawasan ilahi yang mutlak. Ayat ini memberikan penekanan kuat pada integritas tindakan kita, terlepas dari pandangan manusia.
Artinya:
Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
Ayat ini secara eksplisit memerintahkan kaum mukminin untuk senantiasa beramal dan berusaha. Kata "Bekerjalah kamu" (اعْمَلُوا - I'malū) adalah bentuk perintah yang mencakup semua aspek kehidupan, baik ibadah ritual (hablun min Allah) maupun interaksi sosial dan pekerjaan duniawi (hablun min an-nas).
Keunikan ayat ini terletak pada penyebutan tiga entitas yang akan menyaksikan dan mengetahui amal perbuatan kita:
Puncak dari ayat ini adalah kepastian pertanggungjawaban di akhirat. Setelah pengawasan di dunia oleh tiga saksi tersebut, segala urusan akan dikembalikan kepada Allah SWT, Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi (ghaib) dan yang tampak (syahadah). Pada hari itu, Dia akan memberitakan secara rinci setiap perbuatan yang telah dilakukan. Ini menegaskan bahwa tidak ada amal, sekecil apapun, yang luput dari catatan dan perhitungan-Nya.
Surat At-Taubah ayat 105 memberikan landasan moral dan etika kerja yang sangat tinggi dalam Islam. Beberapa implikasi pentingnya adalah:
Karena Allah melihat segalanya, termasuk niat hati, maka seorang Muslim didorong untuk selalu memurnikan niatnya. Amal yang tampak besar namun dilandasi riya' (ingin dipuji) akan sia-sia di hadapan Allah, meskipun mungkin mendapat pujian dari manusia.
Perintah "Bekerjalah" (I'malū) adalah bentuk jamak, yang menyiratkan kesinambungan. Islam mengajarkan bahwa kebaikan harus menjadi gaya hidup, bukan hanya tindakan sesekali. Ini mencakup profesionalisme, kejujuran dalam berdagang, ketaatan dalam beribadah, dan pelayanan kepada masyarakat.
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap detik hidup adalah ladang amal yang dicatat. Rasa diawasi oleh Allah, Rasul, dan sesama mukmin seharusnya memotivasi kita untuk selalu berbuat yang terbaik dan menghindari kemaksiatan, bahkan ketika tidak ada pengawasan manusia. Kesadaran bahwa kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Yang Maha Mengetahui adalah pendorong utama untuk integritas.
Ayat ini mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah proses pengujian dan penanaman amal, sementara akhirat adalah masa panen di mana setiap biji kebaikan dan keburukan akan ditampakkan hasilnya oleh Sang Maha Adil.