Surat At-Taubah, atau Surat Bara'ah, adalah salah satu surat Madaniyah yang sarat dengan pelajaran penting mengenai keimanan, perjuangan, dan konsekuensi dari kemunafikan. Di antara ayat-ayat yang sering menjadi bahan perenungan adalah ayat ke-107, yang mengisahkan tentang pembangunan masjid yang didasari niat buruk, yang kemudian diperintahkan oleh Allah SWT untuk dihancurkan.
Ilustrasi Kontras Niat Pembangunan
Teks dan Terjemahan Surat At-Taubah Ayat 107
Konteks Historis: Masjid Dhirar
Ayat ini turun terkait dengan peristiwa pembangunan sebuah masjid oleh sekelompok munafik di Madinah ketika Rasulullah ﷺ sedang bersiap untuk Perang Tabuk. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Dhirar (Masjid Bahaya atau Kemudaratan).
Niat di balik pendirian masjid ini bukanlah semata-mata untuk ibadah, melainkan didorong oleh motif tersembunyi yang sangat destruktif. Ayat ini secara eksplisit menyebutkan empat tujuan utama mereka:
- Menimbulkan Bahaya (Dhirar): Menjadi pusat gangguan dan menyebarkan permusuhan terhadap kaum Muslimin yang taat.
- Menumbuhkan Kekafiran: Menjadi wadah untuk memfasilitasi dan menyebarkan ide-ide yang bertentangan dengan ajaran Islam.
- Memecah Belah Kaum Mukminin: Menciptakan perpecahan internal di antara barisan umat Islam, melemahkan persatuan yang telah dibangun dengan susah payah.
- Menjadi Markas Mata-mata: Digunakan sebagai tempat persembunyian atau markas bagi musuh-musuh Islam, khususnya mereka yang pernah memerangi Rasulullah ﷺ di masa lalu, untuk mengintai pergerakan kaum Muslimin.
Bahaya Kemunafikan yang Terselubung
Hal yang paling menarik dari ayat 107 Surat At-Taubah adalah bagaimana Allah SWT membongkar kedok mereka. Para munafik ini sangat lihai dalam bersembunyi di balik topeng kebaikan. Mereka menggunakan dalih ibadah—mendirikan masjid—padahal niat mereka adalah keburukan.
Ketika ditanya atau ketika sumpah mereka diperlukan, mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa tujuan mereka hanyalah untuk berbuat al-husna (kebaikan). Namun, Allah menegaskan, "Wallahu yashhadu innahum lakadzibun" (Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka adalah pendusta).
Ini mengajarkan kepada umat Islam bahwa validitas suatu amal ibadah tidak hanya dilihat dari bentuk luarnya (seperti mendirikan bangunan), tetapi yang lebih utama adalah kemurnian niat (niyyah) yang ada di dalam hati pelakunya. Niat yang buruk akan merusak segala amalan baik yang tampak di mata manusia.
Perintah Penghancuran
Menyikapi ancaman yang ditimbulkan oleh Masjid Dhirar ini, Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk tidak pernah shalat di dalamnya, bahkan memerintahkan penghancurannya. Allah SWT berfirman dalam ayat lanjutan (At-Taubah: 108), yang menegaskan bahwa masjid yang dibangun di atas dasar kemudaratan (seperti Masjid Dhirar) lebih berhak untuk dihancurkan dan dibakar.
Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang upaya memecah belah umat, menyebarkan kemunafikan, dan menjadikan institusi agama sebagai alat sabotase. Masjid harus menjadi pusat ketenangan, kesatuan, dan ketakwaan, bukan sarana pengkhianatan.
Pelajaran yang bisa diambil dari Surat At-Taubah ayat 107 adalah pentingnya selalu menjaga kemurnian hati dalam setiap tindakan. Dalam konteks modern, pelajaran ini relevan ketika ada upaya mempolitisasi atau mengkomersialkan tempat ibadah dengan tujuan yang justru bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan persatuan sosial. Audit spiritual terhadap niat adalah pertahanan terbaik melawan kemunafikan yang berpotensi merusak fondasi komunitas.