Refleksi Surat At-Taubah Ayat 108: Masjid Dhirar

Surat At-Taubah, surat ke-9 dalam Al-Qur'an, dikenal sebagai salah satu surat Madaniyah yang sarat dengan muatan hukum, peperangan, dan pembinaan masyarakat Islam pasca-Hijrah. Di antara ayat-ayat penting di dalamnya, terdapat ayat 108 yang secara spesifik menyoroti sebuah peristiwa penting terkait pendirian masjid. Ayat ini menjadi landasan fundamental dalam membedakan antara tempat ibadah yang dibangun atas dasar ketakwaan dan tempat yang dibangun atas dasar kemunafikan dan permusuhan.

Visualisasi perbandingan masjid berdasarkan niat Masjid Taqwa Perbedaan Mendasar Masjid Dhirar (Kemunafikan)

Ilustrasi perbandingan tempat ibadah berdasarkan landasan niat.

Teks Ayat 108 Surat At-Taubah

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
"Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid sebagai dorongan untuk berbuat kekafiran, menimbulkan perpecahan di antara kaum mukminin, dan sebagai tempat untuk menunggu kedatangan musuh yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka pasti bersumpah, 'Kami tidak menghendaki selain kebaikan.' Padahal, Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta."

Konteks Historis: Masjid Dhirar

Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa pembangunan sebuah bangunan yang diklaim sebagai masjid oleh sekelompok munafik di Quba, dekat Madinah. Bangunan ini dinamakan Masjid Dhirar (masjid bahaya atau masjid kemudaratan). Tujuan pendiriannya bukanlah semata-mata untuk ibadah kepada Allah, melainkan memiliki agenda tersembunyi yang sangat berbahaya bagi eksistensi umat Islam saat itu.

Para ulama menafsirkan bahwa niat buruk tersebut terbagi menjadi empat poin utama yang disebutkan secara eksplisit dalam ayat: (1) Dhirar (membahayakan dan menyakiti), (2) Kufr (kekafiran), (3) Tafriqah (memecah belah kaum mukminin), dan (4) Irshad (tempat menunggu atau sarang bagi musuh Allah). Masjid yang seharusnya menjadi pusat kesatuan dan ketakwaan, justru dijadikan alat infiltrasi dan sabotase dari dalam.

Landasan Pemisahan Nilai dalam Islam

Pelajaran krusial yang dapat diambil dari Surat At-Taubah ayat 108 adalah penekanan bahwa niat (niyyah) adalah penentu nilai sejati suatu perbuatan, bahkan dalam ranah ibadah formal seperti mendirikan masjid. Jika sebuah bangunan fisik diperuntukkan bagi maksiat, permusuhan, atau kemunafikan, maka bangunan itu kehilangan status kesuciannya sebagai rumah Allah, meskipun secara nama disebut "masjid."

Ayat ini menunjukkan betapa berbahayanya kemunafikan yang menyamar di balik simbol-simbol kebaikan. Kelompok munafik ini berusaha menipu Rasulullah ﷺ dan kaum mukminin dengan bersumpah bahwa niat mereka "tidak menghendaki selain kebaikan." Namun, Allah menegaskan bahwa sumpah mereka adalah dusta. Ini mengajarkan pentingnya kemampuan firasah (ketajaman mata hati) dan kehati-hatian terhadap perilaku yang tampak baik namun didasari niat busuk.

Tindakan Rasulullah Terhadap Masjid Dhirar

Ketika Rasulullah ﷺ mengetahui tujuan sebenarnya dari Masjid Dhirar ini, beliau tidak menoleransi keberadaannya. Beliau memerintahkan untuk menghancurkannya hingga rata dengan tanah. Keputusan ini tegas dan menunjukkan bahwa integritas ajaran Islam serta keamanan komunitas mukminin jauh lebih utama daripada menjaga perasaan para penyebar fitnah atau menjaga bentuk fisik bangunan yang bernilai rusak.

Ayat 109 kemudian dilanjutkan dengan membandingkan Masjid Dhirar dengan masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama, yaitu Masjid Quba. Masjid Quba didirikan atas dasar kesalehan, niat murni, dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tempat ibadah seperti ini lebih layak untuk didatangi dan dibersihkan oleh Rasulullah ﷺ. Perbandingan ini memperjelas standar ganda yang digunakan Islam: memuliakan yang didasari ketulusan, dan menghilangkan yang didasari kebusukan niat.

Relevansi Kontemporer

Di masa modern, pelajaran dari Surat At-Taubah ayat 108 ini meluas melampaui konteks masjid fisik. Ayat ini relevan bagi setiap lembaga, organisasi, atau gerakan yang mengatasnamakan kebaikan atau agama, namun di dalamnya terdapat agenda tersembunyi untuk memecah belah umat, menyebarkan ideologi sesat, atau menjadi alat bagi kepentingan musuh Islam.

Setiap Muslim dituntut untuk kritis dan mampu membedakan mana yang merupakan "Masjid Taqwa" (dibangun atas dasar ketulusan dan kesatuan) dan mana yang merupakan "Masjid Dhirar" (dibangun untuk menyebar fitnah dan permusuhan). Membiarkan tempat atau wadah yang jelas-jelas destruktif akan sama dengan membiarkan benih kehancuran tumbuh di dalam komunitas. Ketegasan dalam menghilangkan kemudaratan adalah bagian integral dari amar ma'ruf nahi munkar.

Kesimpulannya, Surat At-Taubah ayat 108 adalah peringatan keras bahwa niat tersembunyi dapat merusak segenap usaha zahir. Keabsahan sebuah amal, meskipun tampak religius, sangat bergantung pada kemurnian hati yang melandasinya, yaitu ketakwaan kepada Allah semata, bukan kepada kepentingan duniawi atau permusuhan tersembunyi.