Menggali Makna Mendalam At Taubah Ayat 86: Panggilan untuk Konsistensi Iman

Ujian

Visualisasi Ujian dan Keimanan

Teks dan Terjemahan At Taubah Ayat 86

Arab (QS. At-Taubah [9]: 86):

وَإِذَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ أَنْ آمِنُوا بِاللَّهِ وَجَاهِدُوا مَعَ رَسُولِهِ اسْتُئْذَنَكَ أُولُو الطَّوْلِ مِنْهُمْ وَقَالُوا ذَرْنَا نَكُنْ مَعَ الْخَالِفِينَ

Terjemahan:

"Dan apabila diturunkan suatu surah (perintah), 'Berimanlah kepada Allah dan berjihadlah beserta Rasul-Nya,' niscaya orang-orang yang kaya di antara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak turut berjihad) dan berkata, 'Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang tinggal (tidak ikut berjihad).'"

Konteks Penurunan dan Latar Belakang Ayat

Surah At-Taubah, atau Surah Bara'ah, adalah surah Madaniyah yang turun pada periode akhir kenabian Rasulullah SAW, khususnya setelah peristiwa Fathu Makkah dan menjelang Perang Tabuk. Ayat 86 ini berbicara langsung mengenai respons orang-orang munafik atau mereka yang imannya lemah terhadap panggilan jihad fi sabilillah, khususnya dalam situasi yang membutuhkan pengorbanan besar, seperti Perang Tabuk yang kondisi geografis dan logistiknya sangat sulit.

Ayat ini menyoroti perilaku kontras antara orang-orang yang benar-benar beriman dengan mereka yang imannya hanya sebatas lisan. Ketika Allah SWT menurunkan perintah tegas untuk beriman sepenuhnya—yang dalam konteks ini berarti kesiapan berkorban harta dan nyawa—maka reaksi yang muncul dari segolongan orang yang memiliki kelebihan (yaitu "ulu al-thawl", orang-orang yang memiliki kemampuan finansial atau posisi sosial) justru berupa permohonan pengecualian.

Makna "Ulu al-Thawl" dan Alasan Mereka

Istilah "ulu al-thawl" merujuk pada mereka yang memiliki kelapangan rezeki, kekayaan, atau kedudukan. Ironisnya, justru orang-orang inilah yang paling berat langkahnya ketika dihadapkan pada perintah pengorbanan total. Permintaan mereka sangat spesifik: "Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang tinggal (tidak ikut berperang)."

Alasan mereka tidak disebutkan secara eksplisit sebagai penolakan iman, melainkan sebagai permintaan untuk tetap berada di zona nyaman mereka. Ini menunjukkan bahwa penghalang terbesar bagi sebagian orang bukanlah ketidakpahaman terhadap ajaran, melainkan cinta dunia yang berlebihan dan rasa takut kehilangan kenyamanan. Mereka memilih bersikap pasif daripada aktif membela kebenaran bersama Rasulullah SAW. Sikap ini adalah manifestasi nyata dari kemunafikan yang tersembunyi di balik penampilan luar.

Pelajaran Penting: Ujian Keimanan yang Sesungguhnya

At Taubah ayat 86 berfungsi sebagai barometer keimanan. Islam tidak hanya menuntut pengakuan lisan, tetapi juga pembuktian melalui tindakan nyata, terutama dalam masa-masa sulit. Ketika perintah datang dalam keadaan sulit—seperti saat harus meninggalkan harta dan keluarga untuk berjihad—maka di situlah letak kejujuran hati seseorang terlihat jelas.

Ayat ini mengajarkan kita bahwa ujian keimanan seringkali datang dalam bentuk penolakan untuk berkorban demi agama. Kekayaan, kedudukan, atau jabatan seharusnya menjadi sarana untuk mempermudah ketaatan, bukan malah menjadi tembok penghalang antara seorang Muslim dengan kewajibannya. Kelompok yang disebutkan dalam ayat ini mendapatkan teguran keras karena mereka lebih memilih asosiasi dengan orang-orang yang tercela (yang tidak ikut berjihad) daripada bergabung dengan barisan para pejuang yang didoakan keberkahannya oleh Allah SWT.

Oleh karena itu, pelajaran utama dari ayat ini adalah pentingnya konsistensi antara ucapan dan perbuatan. Ketika Allah memanggil untuk beriman dan berjihad, tidak ada alasan untuk meminta izin tinggal di belakang, terlepas dari status sosial atau kekayaan yang dimiliki. Keberkahan sejati ada pada ketaatan total kepada perintah Ilahi, bahkan ketika itu berarti harus meninggalkan kenyamanan duniawi sejenak demi meraih keridhaan-Nya. Ayat ini menjadi pengingat abadi bahwa kualitas iman diukur dari kesediaan berkorban di jalan kebenaran.