Tafsir dan Pemahaman Surah At-Taubah Ayat 87

Pengantar Surah At-Taubah

Surah At-Taubah (Pembersihan Dosa atau Pengampunan), merupakan surah ke-9 dalam Al-Qur'an. Surah ini memiliki ciri khas karena tidak diawali dengan Basmalah ("Bismillahirrahmannirrahim"), sebuah tradisi yang membedakannya dari 113 surah lainnya. Ayat-ayat dalam surah ini banyak membahas tentang perjanjian dengan kaum musyrikin, kondisi kaum munafik, serta peperangan dan kewajiban umat Islam dalam menjaga kemurnian akidah.

Di tengah pembahasan mengenai berbagai tantangan dan ujian keimanan, terdapat ayat-ayat yang secara spesifik menyoroti sikap dan konsekuensi dari pilihan-pilihan hidup, termasuk salah satunya adalah At Taubah ayat 87. Ayat ini memberikan pelajaran penting mengenai prioritas dalam keimanan dan konsekuensi logis dari sikap yang diambil oleh sebagian orang.

Ilustrasi Keseimbangan Keputusan Keimanan Dunia Iman (Pilihan)

Teks dan Terjemahan At-Taubah Ayat 87

Ayat ke-87 dari Surah At-Taubah ini secara spesifik berbicara tentang sekelompok orang yang memilih untuk tidak ikut berperang (atau berjihad) bersama Rasulullah SAW, dan memilih untuk tinggal di belakang bersama orang-orang yang ditinggalkan.

وَإِذَا اسْتُؤْذِنُوا مِنْكُمُ الصِّلَاحَ لِيَقُولُوا هَؤُلَاءِ لَا يَقْتَلُونَ (87)
"Dan apabila mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak turut berperang) bagi orang-orang yang tertinggal (karena halangan), maka katakanlah: 'Sesungguhnya kamu akan tinggal bersama orang-orang yang ditinggalkan (di belakang).'" (QS. At-Taubah: 87)

Konteks Historis dan Pelajaran Utama

Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa Perang Tabuk, yaitu ekspedisi militer besar melawan pasukan Romawi di perbatasan utara Jazirah Arab. Walaupun kondisi sangat sulit (cuaca panas terik dan perjalanan jauh), kaum mukminin diperintahkan untuk bersama Nabi Muhammad SAW. Namun, beberapa orang yang lemah iman atau memiliki alasan tertentu meminta izin untuk tidak ikut.

Tafsir ayat ini menyoroti beberapa poin penting terkait dengan sikap dan prioritas seorang mukmin:

  1. Prioritas Ketaatan: Permintaan izin yang diajukan oleh mereka yang ingin "tinggal di belakang" menunjukkan prioritas mereka yang lebih mendahulukan kenyamanan duniawi atau keraguan hati daripada ketaatan penuh kepada perintah Allah dan Rasul-Nya dalam situasi genting.
  2. Konsekuensi Logis: Jawaban tegas dari Nabi SAW ("Sesungguhnya kamu akan tinggal bersama orang-orang yang ditinggalkan") bukanlah kutukan, melainkan konsekuensi alami dari pilihan mereka. Mereka yang memilih untuk tidak mengambil bagian dalam kesulitan demi Allah, maka secara otomatis akan mendapatkan posisi dan hasil yang sama dengan mereka yang tertinggal.
  3. Bahaya Kemunafikan Terselubung: Dalam konteks ini, penolakan untuk berjihad (ketika kondisi memungkinkan) sering kali merupakan indikasi dari penyakit hati, yaitu kemunafikan yang belum terungkap secara penuh. Mereka mencari alasan yang tampak logis untuk menutupi keengganan mereka yang sejati.

Perbedaan Antara Alasan yang Sah dan Keengganan

Penting untuk dicatat bahwa ayat ini berbeda dengan keringanan yang diberikan kepada mereka yang benar-benar uzur, seperti orang sakit parah, orang tua renta yang tidak mampu, atau mereka yang tidak memiliki sarana perjalanan. Keringanan tersebut disebutkan di ayat-ayat lain dalam surah yang sama. Ayat 87 ini lebih ditujukan kepada mereka yang mengajukan izin meskipun sebenarnya memiliki kemampuan, namun hatinya cenderung kepada dunia atau merasa takut.

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ketika seseorang memilih untuk tidak bergabung dengan kebenaran dan kemuliaan, maka ia otomatis tergolong dalam golongan yang tertinggal tersebut. Ini adalah mekanisme evaluasi ilahiah: jika Anda tidak memilih jalan kesulitan bersama orang-orang yang berjuang di jalan Allah, maka Anda akan tetap berada di posisi stagnan bersama yang lain.

Oleh karena itu, At Taubah ayat 87 menjadi pengingat abadi bagi umat Islam untuk senantiasa memeriksa niat dan prioritas kita. Dalam setiap panggilan kebaikan, baik dalam ibadah mahdhah maupun pengorbanan sosial, seseorang harus waspada agar tidak tergolong dalam barisan mereka yang mencari alasan untuk tidak berjuang, sehingga pada akhirnya mereka mendapatkan hasil yang setimpal dengan ketiadaan perjuangan tersebut. Keberanian untuk memilih ketaatan, meskipun berat, adalah penentu utama dalam melihat keberkahan dan ridha Ilahi.