Surat Yunus adalah surat ke-10 dalam urutan mushaf Al-Qur'an dan merupakan surat Makkiyah, yang umumnya berbicara tentang tauhid, kerasulan, dan hari pembalasan. Ayat 12 secara spesifik menyoroti salah satu penyakit hati yang paling umum dijumpai pada manusia, yaitu sifat pelupa dan cenderung kembali kepada kebiasaan buruk setelah kesulitan terangkat. Ayat ini adalah kritik lembut namun tajam terhadap perilaku manusia yang hanya mengingat Allah saat dalam kesulitan (darurat), namun lupa total saat dalam kemudahan.
Ayat ini menggambarkan kondisi manusia ketika menghadapi dharraa' (bahaya, kesulitan, atau musibah). Allah SWT menyebutkan tiga posisi doa yang dilakukan manusia:
Poin krusial dalam ayat ini adalah respons setelah pertolongan datang: "falammā kasyafnā 'anhu ḍurrahū, marra ka’allam yamdʿunā ilā mā massahū." Setelah Allah mengangkat musibah, manusia tersebut "berlalu begitu saja," seolah-olah doa dan permintaannya yang mendesak sebelumnya tidak pernah terjadi. Ini adalah paradoks spiritual. Ketika bahaya datang, mereka bersumpah untuk menjadi lebih baik, lebih taat, dan tidak akan pernah meninggalkan ibadah; namun, setelah bahaya berlalu, mereka kembali terjerumus dalam kelalaian dan kesibukan duniawi.
Ayat ditutup dengan penegasan keras: "Każālikazuyyina lil-musrifīna mā kānū yaʿmalūn." (Begitulah, dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas apa yang mereka kerjakan). Kata Musrifin (orang yang melampaui batas) di sini merujuk pada dua hal:
Surat Yunus ayat 12 mengajarkan kita tentang pentingnya istiqamah (konsistensi) dalam ketaatan. Keimanan sejati tidak diukur dari seberapa keras kita berdoa saat susah, melainkan seberapa konsisten kita bersyukur saat senang. Konsistensi inilah yang membedakan antara orang yang menjadikan Allah sebagai tempat kembali sejati, dan orang yang hanya menjadikan Allah sebagai 'pemadam kebakaran' darurat.
Muslim sejati harus berusaha agar kondisi mental dan spiritualnya saat lapang sama dengan kondisi saat lapang. Doa di waktu susah adalah bentuk ketulusan, namun mempertahankan ketaatan di waktu senang adalah bukti kebenaran iman tersebut. Mengingat ayat ini seharusnya menjadi pengingat konstan agar kita tidak termasuk dalam golongan yang disesatkan oleh keindahan perbuatan melampaui batas.