Surat At Taubah ayat 36 merupakan ayat kunci dalam Al-Qur'an yang mengatur pembagian waktu tahunan berdasarkan kalender Hijriyah (Islam). Ayat ini menegaskan bahwa jumlah bulan dalam setahun di sisi Allah adalah dua belas bulan, sebuah ketetapan yang sudah ada sejak penciptaan alam semesta. Penetapan ini, yang tercatat dalam "kitabullah" (kitab ketetapan Allah), memiliki implikasi besar terhadap hukum dan ritual umat Islam.
Secara spesifik, ayat ini menyoroti pentingnya empat bulan yang dijadikan "bulan haram" (أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ). Bulan-bulan haram ini adalah Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan ini, peperangan dan tindakan permusuhan secara umum dilarang, kecuali sebagai bentuk pertahanan diri yang sah.
Pesan mendalam yang disampaikan adalah larangan menzalimi diri sendiri (فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ) selama bulan-bulan suci tersebut. Meskipun maknanya sering diartikan sebagai larangan melakukan maksiat di bulan-bulan ini (karena dosa akan berlipat ganda), larangan ini juga secara implisit berlaku pada seluruh tahun. Namun, pada bulan haram, penekanan larangan berbuat zalim menjadi lebih kuat, mengingat kesucian waktu tersebut.
Ayat ini juga membahas konteks peperangan. Setelah menetapkan bulan-bulan haram, Allah memberikan perintah untuk memerangi kaum musyrikin secara total (وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً) jika mereka juga menyerang secara keseluruhan. Ini adalah respons terhadap permusuhan yang dilakukan oleh kaum musyrikin pada masa itu, menegaskan bahwa umat Islam wajib membela diri dengan kekuatan penuh.
Bagian penutup ayat ini memberikan janji mulia: وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa). Ini adalah penegasan bahwa keberpihakan Allah, pertolongan, dan dukungan-Nya tercurah kepada hamba-hamba-Nya yang menjaga ketakwaan, baik dalam hal ketaatan ritual maupun dalam menghadapi tantangan hidup, termasuk dalam medan perang yang diizinkan syariat. Ayat ini mengajarkan keseimbangan antara penghormatan terhadap waktu-waktu suci (bulan haram) dan kewajiban membela diri serta prinsip kebenaran.
Bulan haram memiliki status khusus dalam Islam. Selain kewajiban untuk menghentikan permusuhan, umat Islam dianjurkan untuk lebih meningkatkan ibadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Jika pada hari biasa kita dianjurkan untuk berbuat baik, maka pada bulan-bulan haram ini, ganjaran kebaikan berlipat dan hukuman atas keburukan pun diperberat.
Penekanan pada At Taubah ayat 36 tentang larangan menzalimi diri sendiri pada bulan-bulan ini adalah pengingat agar muslim memanfaatkan waktu-waktu mulia tersebut untuk introspeksi diri (muhasabah) dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ayat ini menyentuh aspek sosial (hubungan antarmanusia melalui larangan perang) sekaligus aspek personal (hubungan individu dengan Tuhannya melalui larangan berbuat zalim).
Ketetapan jumlah bulan ini juga menjadi dasar bagi penetapan haji dan ibadah penting lainnya yang bergantung pada perputaran bulan, menunjukkan bahwa syariat Islam terintegrasi secara sempurna dengan siklus alam semesta yang telah diciptakan oleh Allah. Dengan memahami ayat ini, seorang muslim diingatkan akan pentingnya menghormati waktu-waktu yang telah disucikan oleh Sang Pencipta.