Surat At Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara'ah, menempati posisi penting dalam Al-Qur'an karena membahas persoalan perjanjian, kejujuran, dan sikap tegas dalam menghadapi musuh-musuh Islam. Di tengah pembahasan tersebut, terdapat sebuah ayat yang sangat kuat yang menyoroti pentingnya tindakan nyata daripada sekadar perkataan, yaitu Surat At Taubah ayat 38.
Ayat ini berbunyi:
Konteks Historis dan Panggilan Jihad
Ayat 38 ini turun pada masa ketika umat Islam sedang menghadapi kondisi genting, khususnya menjelang atau selama peristiwa Perang Tabuk. Perang ini menuntut pengorbanan materiil dan fisik yang besar dari kaum mukminin. Allah SWT melalui ayat ini memberikan teguran keras namun mendidik kepada sebagian sahabat yang menunjukkan keengganan atau rasa berat hati ketika dipanggil untuk berjihad di jalan Allah.
Teguran ini bukan semata-mata tentang perintah perang secara fisik, melainkan sebuah ujian keimanan mendasar. Pertanyaannya adalah: Seberapa kuat komitmen seorang mukmin terhadap panggilan Tuhannya, terutama ketika panggilan tersebut menuntut pengorbanan yang bertentangan dengan kenyamanan duniawi?
Sindiran Terhadap Keterikatan Duniawi
Inti dari ayat ini terletak pada kontras tajam yang disajikan: "Apakah kamu rela menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat?". Pertanyaan retoris ini memaksa setiap pembaca untuk merefleksikan prioritas hidup mereka. Kehidupan duniawi, meskipun tampak menjanjikan dengan segala kesenangan, harta, dan ketenangan sesaat, pada hakikatnya adalah sesuatu yang fana dan sebentar.
Sikap berpaling kepada bumi (*memilih tinggal diam dan menikmati kemudahan duniawi*) adalah metafora bagi sikap yang mengutamakan kepentingan pribadi jangka pendek di atas kewajiban suci jangka panjang. Dalam konteks ayat ini, "bumi" melambangkan kemewahan, keamanan rumah, dan harta benda yang enggan ditinggalkan saat panggilan jihad (pengorbanan) datang.
Ilustrasi Kontras Kehidupan
Penegasan Nilai Akhirat yang Kekal
Ayat ini ditutup dengan penegasan yang fundamental: "Maka kenikmatan hidup di dunia ini tidaklah seberapa dibandingkan dengan (kenikmatan di) akhirat."
Ini adalah pengingat abadi bahwa meskipun kesenangan duniawi mungkin terasa besar saat kita menghadapinya, nilainya akan menyusut drastis ketika dibandingkan dengan ganjaran abadi yang dijanjikan Allah SWT di akhirat. Kebahagiaan sejati, kedamaian abadi, dan keridhaan ilahi jauh melampaui segala kemewahan yang dapat dinikmati dalam rentang waktu terbatas di dunia.
Bagi seorang Muslim kontemporer, ayat ini tidak hanya berbicara tentang peperangan fisik. Kata "berangkat di jalan Allah" kini dapat diinterpretasikan secara lebih luas mencakup perjuangan melawan hawa nafsu, pengorbanan waktu untuk menuntut ilmu, mengerahkan tenaga untuk amal jariyah, atau bahkan mengorbankan kenyamanan demi menegakkan kebenaran dan membantu sesama yang membutuhkan.
Pelajaran Spiritualitas dari At Taubah Ayat 38
Teguran dalam ayat 38 mengajarkan beberapa pelajaran penting:
- Prioritas Keimanan: Keimanan sejati harus terwujud dalam tindakan yang siap mengorbankan kepentingan pribadi demi tujuan yang lebih tinggi.
- Bahaya Materialisme: Keterikatan berlebihan pada kenyamanan duniawi adalah penghalang terbesar menuju keridhaan Allah.
- Perspektif Jangka Panjang: Mukmin harus selalu mempertahankan perspektif akhirat. Jika suatu tindakan duniawi menghalangi kita meraih akhirat yang lebih baik, maka tindakan tersebut harus dievaluasi ulang.
Memahami Surat At Taubah ayat 38 adalah tentang menyelaraskan hati dan tindakan kita. Ketika panggilan kebaikan datang, seorang mukmin sejati tidak akan menjadi "berat" atau berpaling. Sebaliknya, ia akan melihat panggilan tersebut sebagai kesempatan emas untuk menukarkan sesuatu yang fana dengan sesuatu yang kekal dan jauh lebih berharga.