Surah At-Taubah (Surah Kesembilan dalam Al-Qur'an) dikenal sebagai salah satu surah Madaniyah yang mengandung banyak ketentuan hukum, seruan untuk berjihad, serta peringatan keras bagi orang-orang munafik dan mereka yang menolak kebenaran. Di tengah ayat-ayat tersebut, terdapat Ayat 70 yang memberikan penekanan mendalam mengenai pertanggungjawaban amal perbuatan manusia.
(QS. At-Taubah: 70). "Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul mereka), maka datanglah azab kepada mereka dari arah yang tidak mereka sadari."
Ayat 70 Surah At-Taubah ini sejatinya merupakan penguatan dan pengingat yang ditujukan kepada kaum musyrikin Quraisy di Makkah pada masa itu, atau bahkan kepada kaum munafik yang berpura-pura beriman di Madinah, yang terus-menerus menolak keras ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menegaskan bahwa pola penolakan ini bukanlah hal baru; ia adalah tradisi umat-umat terdahulu.
Allah mengingatkan bahwa setiap umat yang mendustakan para rasul yang diutus kepada mereka, pasti akan mendapatkan hukuman atau azab dari Allah SWT. Yang membuat peringatan ini sangat menakutkan adalah frasa kunci: "dari arah yang tidak mereka sadari" (min haythu la yash'urun). Ini menyiratkan bahwa azab tersebut tidak datang melalui jalur yang dapat diprediksi atau diantisipasi oleh mereka. Bisa jadi azab itu datang melalui kehancuran ekonomi, kekalahan dalam peperangan yang tak terduga, atau malapetaka yang datang secara tiba-tiba.
Ketidaksadaran akan datangnya azab adalah inti dari ayat ini. Dalam banyak kisah kenabian, kaum yang zalim sering kali merasa aman karena kekuatan mereka, kekayaan mereka, atau jumlah mereka yang banyak. Mereka menganggap diri mereka kebal dari hukuman ilahi. Namun, ayat ini mengajarkan prinsip utama dalam teologi Islam: keadilan Allah pasti datang, dan cara kedatangannya seringkali mengejutkan karena melampaui perhitungan logis manusia.
Pesan ini bersifat universal dan abadi. Ia tidak hanya berlaku bagi kaum Quraisy atau Bani Israil pada masa lalu, tetapi juga berlaku bagi setiap generasi yang keras kepala dalam mengingkari kebenaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul, termasuk kebenaran yang disampaikan melalui Al-Qur'an dan Sunnah. Mengabaikan peringatan ilahi sama saja dengan menumpuk potensi datangnya azab yang tidak terduga.
Meskipun ayat ini seringkali dikaitkan dengan azab duniawi yang menimpa kaum pendusta sebelum Islam (seperti kaum 'Ad dan Tsamud), pemahaman yang lebih luas mencakup azab di akhirat. Azab di akhirat tentu saja adalah puncak dari ketidaksadaran, sebab tidak ada seorang pun yang benar-benar siap menghadapi murka Allah di Hari Perhitungan.
Oleh karena itu, Surah At-Taubah Ayat 70 berfungsi sebagai "alarm kosmik." Ia mendesak umat manusia untuk introspeksi dan segera bertaubat. Jika umat terdahulu mendustakan, maka umat kini harus beriman, menjalankan perintah, dan menjauhi larangan. Mengambil pelajaran dari sejarah adalah cara terbaik untuk menghindarkan diri dari nasib buruk yang pernah menimpa mereka yang keras kepala. Mengimani ayat ini berarti selalu waspada, tidak merasa aman secara mutlak di dunia, dan selalu menyiapkan bekal amal saleh sebagai antisipasi terhadap datangnya waktu pertanggungjawaban, baik yang terduga maupun yang tidak terduga.
Keimanan yang sejati tercermin bukan hanya dari pengakuan lisan, tetapi juga dari ketakutan yang mendorong pada ketaatan, sebuah ketakutan yang lahir dari pemahaman akan kuasa mutlak Allah SWT yang mampu mendatangkan ketetapan-Nya dari arah manapun.