Surah At-Taubah Ayat 122

Pelajaran Penting dalam Jihad dan Keilmuan

Fokus Pada Ilmu Kebenaran Menuntun

Ilustrasi visual tentang pentingnya ilmu dalam perjalanan kebenaran.

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Artinya: Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk mendalami agama dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali kepada mereka, agar mereka dapat menjaga diri (dari kemaksiatan).

Konteks dan Hikmah Ayat 122 Surah At-Taubah

Ayat 122 dari Surah At-Taubah (Surah Kesembilan) ini merupakan landasan penting dalam Islam mengenai keseimbangan antara kewajiban fisik (seperti berjihad atau berjuang di medan perang) dan kewajiban intelektual (menuntut ilmu agama). Ayat ini diturunkan dalam konteks peperangan, di mana banyak sahabat Nabi terdorong untuk ikut serta secara keseluruhan, meninggalkan Madinah tanpa ada yang fokus mendalami dan menjaga ajaran Islam.

Allah SWT menegur mentalitas tersebut. Inti dari perintah ini adalah bahwa tidak semua orang mukmin harus pergi serempak untuk urusan militer atau urusan duniawi yang mendesak. Harus selalu ada segolongan umat yang bertanggung jawab untuk tinggal dan fokus pada tafaquh fiddin—memahami agama secara mendalam.

Pentingnya Tafaqquh Fiddin (Memahami Agama)

Frasa kunci dalam ayat ini adalah "لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ" (agar mereka mendalami agama). Ini menegaskan bahwa pemahaman yang mendalam (bukan sekadar ritual permukaan) adalah fondasi kuat bagi umat. Orang yang mendalami agama akan memiliki pemahaman yang benar mengenai tauhid, hukum, etika, dan tujuan hidup. Keilmuan inilah yang nantinya akan menjadi cahaya penuntun bagi masyarakat luas, terutama ketika para pejuang kembali dari medan pertempuran.

Peran Peringatan dan Pencegahan

Fungsi kedua dari kelompok ini adalah "وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ" (dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali). Ini adalah tanggung jawab sosial keagamaan. Mereka yang berilmu bertanggung jawab untuk menyebarkan peringatan (nasihat) berdasarkan ilmu yang mereka peroleh, dengan harapan umat terhindar dari hal-hal yang dibenci Allah, yaitu "لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ" (agar mereka dapat menjaga diri).

Dalam konteks modern, ayat ini mengajarkan bahwa masyarakat Muslim harus memiliki pembagian peran yang sehat. Ada yang fokus pada pengembangan ekonomi, keamanan, sosial, tetapi harus selalu ada kontingen yang berdedikasi penuh untuk studi keislaman yang mumpuni. Tanpa orang-orang yang ahli agama yang fokus, pemahaman umat akan mudah terdistorsi oleh isu-isu dangkal atau propaganda yang menyesatkan. Ayat ini adalah jaminan bahwa cahaya ilmu akan selalu ada untuk menerangi jalan umat, apapun tantangan eksternal yang dihadapi.

Implikasi pada Kehidupan Sehari-hari

Meskipun ayat ini berbicara tentang situasi peperangan, prinsipnya berlaku universal. Prinsip pembagian tugas antara aksi nyata dan studi mendalam harus diterapkan. Seseorang mungkin terdorong untuk segera bertindak berdasarkan emosi sesaat, namun ayat ini mengingatkan bahwa tindakan yang benar harus didasari oleh pengetahuan yang kokoh. Inilah mengapa ulama seringkali dianggap sebagai "penjaga" umat, karena mereka memegang amanah tafaqquh fiddin.

Keseimbangan ini memastikan bahwa pergerakan umat tidak hanya didasari oleh semangat (yang kadang membabi buta) tetapi juga oleh hikmah dan landasan dalil yang kuat. Dengan demikian, kontribusi setiap individu—baik melalui pengorbanan fisik maupun pengorbanan waktu untuk belajar—menjadi bagian integral dari keberlangsungan dan kejayaan ajaran Islam.