Ketika kita berbicara tentang daging atau jeroan sapi, istilah "babat" pasti sering terdengar. Namun, tahukah Anda secara spesifik babat sapi adalah bagian dari sistem pencernaan ruminansia yang memiliki peran sangat krusial? Sapi, sebagai hewan ruminansia, memiliki empat kompartemen lambung yang kompleks, dan babat merupakan kompartemen terbesar dari empat bagian tersebut. Memahami anatomi ini penting, tidak hanya bagi peternak tetapi juga bagi konsumen yang mengolahnya menjadi hidangan lezat.
Sistem pencernaan sapi sangat berbeda dengan manusia karena mereka adalah hewan memamah biak. Mereka mampu mencerna selulosa dalam rumput dan hijauan lain yang tidak dapat dicerna oleh karnivora atau omnivora. Keajaiban ini dimungkinkan berkat empat sekat lambung: Rumen, Retikulum, Omasum, dan Abomasum. Babat sapi adalah bagian yang merujuk pada Rumen. Rumen sendiri sering disebut sebagai "kandang mikroba" karena di sinilah proses fermentasi besar-besaran terjadi.
Rumen merupakan sekat lambung yang paling besar, mampu menampung volume hingga 150 liter pada sapi dewasa. Secara fungsional, ia bertindak sebagai tangki fermentasi raksasa. Jutaan bakteri, protozoa, dan jamur hidup secara simbiosis di dalamnya. Mikroorganisme inilah yang bertugas memecah serat kasar (selulosa) menjadi asam lemak rantai pendek, yang kemudian diserap oleh sapi sebagai sumber energi utamanya. Tanpa kerja Rumen, sapi tidak akan mampu bertahan hidup hanya dengan memakan rumput.
Meskipun Rumen adalah istilah yang paling umum digunakan untuk merujuk pada babat, penting untuk membedakannya dari tiga bagian lambung lainnya. Retikulum, yang sering disebut 'honeycomb' karena permukaannya yang menyerupai sarang lebah, berfungsi menahan benda asing yang tertelan sapi dan membantu proses regurgitasi (memamah biak). Babat sapi adalah bagian Rumen yang memiliki permukaan internal seperti lapisan kain kasar atau karpet, sangat berbeda dengan tekstur Retikulum.
Selanjutnya adalah Omasum, yang dijuluki 'buku' karena lipatan-lipatan dindingnya yang menyerupai halaman buku. Fungsi utamanya adalah menyerap air dan sisa cairan dari makanan yang sudah difermentasi. Setelah melewati Omasum, makanan akan masuk ke Abomasum. Abomasum inilah yang paling mirip dengan lambung manusia, karena menghasilkan enzim pencernaan dan asam klorida untuk mencerna protein dan mikroorganisme yang ada di dalamnya.
Dalam konteks kuliner, ketika seseorang memesan 'babat goreng' atau 'soto babat', yang dimaksud adalah Rumen yang telah dibersihkan secara menyeluruh. Teksturnya yang kenyal dan khas membuatnya menjadi bahan favorit dalam berbagai masakan tradisional di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Proses pengolahannya memang memerlukan ketelitian tinggi.
Pembersihan babat sangat vital karena ia adalah organ yang bersentuhan langsung dengan proses pencernaan pakan ternak. Setelah dipanen, babat harus dicuci berulang kali, sering kali menggunakan campuran air kapur atau jeruk nipis untuk menghilangkan bau tidak sedap dan kotoran yang tersisa. Karena sifatnya yang berserat tebal, babat membutuhkan waktu perebusan yang cukup lama agar menjadi empuk dan siap diolah lebih lanjut, baik itu untuk digulai, direbus, atau digoreng garing.
Secara nutrisi, babat kaya akan protein dan kolagen, meskipun kandungan lemaknya bervariasi tergantung pada pembersihan lemak yang dilakukan. Bagi banyak budaya, mengonsumsi jeroan seperti babat dianggap sebagai cara memanfaatkan seluruh bagian hewan secara maksimal.
Jadi, secara ringkas, babat sapi adalah bagian dari sistem pencernaan sapi yang dikenal sebagai Rumen. Ini adalah organ vital yang memungkinkan sapi mencerna pakan berserat tinggi melalui fermentasi mikroba. Meskipun secara teknis merupakan salah satu dari empat sekat lambung, dalam terminologi kuliner dan umum, babat merujuk pada Rumen yang telah diolah. Keunikan strukturnya tidak hanya menonjolkan efisiensi sistem biologis sapi, tetapi juga memberikan tekstur khas pada berbagai hidangan tradisional yang populer hingga kini.