Ilustrasi Amal dan Distribusi Zakat ...

Terjemahan Surat At-Taubah Ayat 60: Prioritas Penerima Zakat

Surat At-Taubah, atau Surat Bara'ah, adalah surat Madaniyah yang banyak membahas tentang peraturan sosial, peperangan, dan kewajiban umat Islam. Salah satu ayat yang sangat penting dalam konteks sosial ekonomi Islam adalah ayat ke-60, yang secara eksplisit menyebutkan delapan golongan penerima zakat (ashnaf). Ayat ini menjadi panduan fundamental bagi kaum Muslimin dalam menyalurkan dana zakat agar tepat sasaran dan sesuai dengan syariat.

Teks Arab dan Terjemahan At-Taubah Ayat 60

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9]: 60)

Penjelasan Detail Mengenai Delapan Golongan Penerima Zakat

Ayat ini menegaskan bahwa dana zakat adalah hak Allah yang diperuntukkan bagi kelompok spesifik. Memahami masing-masing kategori ini penting agar amanah penyaluran zakat terlaksana dengan sempurna. Ayat ini menetapkan bahwa zakat adalah fariidhotan minallah (ketetapan wajib dari Allah), bukan sekadar sedekah biasa.

1. Fakir (الْفُقَرَاءِ)

Mereka adalah orang-orang yang kehidupannya sangat kekurangan. Pendapatan mereka sangat minim, bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Kadar kefakiran ini sering kali didefinisikan di bawah batas minimum penghidupan standar masyarakat setempat.

2. Miskin (وَالْمَسَاكِينِ)

Golongan ini memiliki penghasilan, namun tidak mencukupi untuk kebutuhan pokoknya. Seringkali mereka lebih berada sedikit daripada fakir, namun masih tergolong membutuhkan bantuan untuk mencukupi hajat dasarnya. Dalam beberapa pandangan mazhab, miskin didefinisikan sebagai orang yang penghasilannya tidak mencapai separuh kebutuhan pokoknya.

3. Amil (وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا)

Mereka adalah petugas yang diangkat secara resmi oleh pemerintah atau otoritas Islam untuk mengumpulkan, mengelola, dan mendistribusikan zakat. Mereka berhak menerima bagian dari zakat tersebut sebagai upah kerja, meskipun mereka sendiri tergolong mampu atau kaya. Ini penting untuk menjaga integritas dan profesionalisme dalam pengelolaan harta umat.

4. Muallaf (وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ)

Golongan ini adalah orang-orang yang baru memeluk Islam atau yang diharapkan keislamannya akan menguat, atau yang diharapkan dapat mencegah bahaya dari kaumnya terhadap Islam. Pemberian zakat kepada mereka bertujuan untuk memperkuat iman mereka dan memenangkan hati mereka agar menjadi pendukung kuat bagi komunitas Muslim.

5. Riqab (وَفِي الرِّقَابِ)

Secara historis, ini merujuk pada budak yang ingin memerdekakan diri (mukatab). Di zaman modern, interpretasi ini meluas mencakup pembebasan tawanan perang Muslim, atau pembiayaan program pembebasan orang-orang yang tertindas atau terjerat hutang yang menyebabkan perbudakan modern (human trafficking).

6. Gharimin (وَالْغَارِمِينَ)

Orang yang berhutang dan tidak sanggup membayarnya. Kategori ini terbagi dua: mereka yang berhutang untuk kepentingan pribadi (bukan maksiat) dan mereka yang berhutang untuk kepentingan sosial atau kemaslahatan umat. Mereka berhak dibantu melunasi hutangnya dari dana zakat.

7. Fi Sabilillah (وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ)

Arti klasik dari "Fi Sabilillah" sering dikaitkan dengan biaya untuk kepentingan perang membela agama Islam. Namun, para ulama kontemporer telah memperluas maknanya menjadi segala sesuatu yang bertujuan memajukan kepentingan Islam dan umatnya, seperti pendanaan dakwah, pembangunan sarana pendidikan Islam, atau bahkan penelitian ilmiah Islam yang bermanfaat bagi kemaslahatan umum.

8. Ibnu Sabil (وَابْنِ السَّبِيلِ)

Musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan (bukan untuk maksiat) yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Mereka berhak menerima bantuan zakat untuk melanjutkan perjalanannya, meskipun di daerah asalnya mereka tergolong kaya.

Hikmah Ketetapan Allah

Ayat ini ditutup dengan penegasan bahwa ketetapan pembagian ini adalah dari Allah yang Maha Mengetahui (Alim) dan Maha Bijaksana (Hakim). Ini menunjukkan bahwa alokasi dana zakat telah diatur sedemikian rupa untuk mencapai keadilan sosial, mencegah penumpukan harta, dan memastikan bahwa kebutuhan paling mendesak dalam masyarakat terpenuhi. Keberhasilan pengelolaan zakat mencerminkan kematangan sebuah peradaban dalam menjaga keseimbangan antara spiritualitas (ibadah mahdhah) dan dimensi sosial (muamalah).

Dengan memahami dan melaksanakan pembagian zakat sesuai At-Taubah ayat 60, umat Islam tidak hanya menunaikan kewajiban agama tetapi juga membangun jaring pengaman sosial yang kuat, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang berkeadilan.