Surat At-Taubah (Surah ke-9) adalah surat Madaniyah yang sarat dengan pelajaran penting mengenai aqidah, jihad, dan hubungan sosial. Salah satu ayat penutupnya, ayat ke-128, memberikan penekanan kuat tentang urgensi perhatian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap umatnya, sebuah pelajaran universal bagi setiap pemimpin dan muslim.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalanganmu sendiri, yang sangat berat baginya penderitaanmu, yang sangat menginginkan kebaikan bagimu, dan (dia) berlemah lembut serta penyayang terhadap orang-orang yang beriman.
Ayat 128 ini, meskipun singkat, memuat deskripsi karakter Nabi Muhammad SAW yang begitu mendalam, menunjukkan tingkat kedekatan dan kasih sayang beliau kepada umatnya. Ayat ini sering dikutip sebagai penutup otentikasi kenabian dan bukti keotentikan risalah yang dibawanya.
Frasa ini menggarisbawahi bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah sosok asing dari bangsa lain atau entitas yang terpisah. Beliau adalah manusia biasa, lahir dari suku Quraisy, memiliki garis keturunan yang jelas, dan memahami budaya serta kesulitan masyarakat Arab pada masanya. Ini menghilangkan keraguan bahwa beliau membawa ajaran yang tidak masuk akal atau tidak relevan dengan kehidupan manusiawi. Kesamaan latar belakang ini memudahkan penerimaan pesan tauhid.
Ini adalah inti emosional dari ayat tersebut. Kata 'aziz di sini berarti sesuatu yang terasa berat dan menyakitkan bagi Nabi SAW. Jika umatnya jatuh dalam kemaksiatan, kesesatan, atau menderita, penderitaan itu dirasakan seolah-olah menimpa diri beliau sendiri. Ini menunjukkan empati yang luar biasa. Rasa sakit atas kesulitan umatnya mendorong beliau untuk berjuang keras menyampaikan kebenaran, bukan demi kepentingan pribadi, melainkan demi keselamatan kolektif.
Ketamakan atau hasrat Nabi SAW di sini adalah hasrat yang mulia, yaitu kerinduan agar seluruh umatnya mendapatkan petunjuk dan kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. Rasa ingin baik ini mendorong beliau untuk tidak pernah lelah dalam berdakwah, menanggung cemoohan, penganiayaan, bahkan ancaman pembunuhan, asalkan umatnya beriman dan selamat dari siksa api neraka.
Dua sifat terakhir ini merupakan puncak kasih sayang Ilahi yang termanifestasi sempurna melalui diri Rasulullah SAW. Ra'uf (berlemah lembut) sering dikaitkan dengan kasih sayang yang mendalam dan tindakan memaafkan, sementara Rahiim (penyayang) adalah kasih sayang yang terwujud dalam bentuk rahmat dan ampunan. Sifat-sifat ini sangat krusial dalam konteks hubungan beliau dengan kaum Mukminin, memberikan rasa aman dan kepastian bahwa bimbingan yang diberikan selalu didasari cinta murni.
Surat At-Taubah ayat 128 tidak hanya berfungsi sebagai pujian terhadap karakter Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebagai cetak biru bagaimana seharusnya seorang pemimpin atau individu muslim berinteraksi dengan sesama, terutama mereka yang berada dalam kesulitan. Kehadiran ayat ini di akhir surat yang mayoritas membahas peperangan dan strategi pertahanan menegaskan bahwa kekuatan terbesar Islam terletak pada kasih sayang dan kepemimpinan yang humanis.
Bagi umat Islam, ayat ini mengingatkan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang penuh rahmat. Jika kita melihat ke dalam sejarah Islam, setiap dakwah yang berhasil selalu didahului dengan keteladanan yang tinggi dalam kelembutan dan kepedulian. Ayat ini mendorong kita untuk meneladani sifat Nabi SAW, yaitu merasakan kesusahan orang lain sebagai kesusahan kita sendiri, dan selalu mengedepankan kemaslahatan bersama di atas kepentingan diri.
Ketika kita membaca ayat ini, kita diingatkan betapa besar pengorbanan dan kepedulian Rasulullah. Kehadiran beliau adalah rahmat terbesar yang membuat setiap kesulitan hidup terasa lebih ringan karena kita tahu ada panutan yang rela menanggung beban demi kebaikan kita. Ayat penutup ini memberikan penutup yang indah dan penuh harapan, menegaskan bahwa bimbingan ilahi selalu datang dengan sentuhan kasih sayang yang tak terhingga.
Memahami dan merenungkan makna mendalam dari At-Taubah ayat 128 membantu memperkuat ikatan emosional dan spiritual kita kepada Nabi Muhammad SAW, serta memberikan motivasi untuk menyebarkan kebaikan dengan cara yang paling efektif: melalui empati dan kasih sayang yang tulus.