Surat At-Taubah (atau Bara'ah) adalah surat ke-9 dalam Al-Qur'an yang dikenal karena memiliki beberapa ciri khas, salah satunya adalah tidak diawali dengan Basmalah. Ayat-ayat penutup surat ini memiliki kedudukan yang sangat penting, memuat penegasan komitmen terhadap agama dan janji perlindungan bagi orang-orang yang beriman. Ayat terakhir dari surat At-Taubah ini sering kali menjadi fokus perenungan karena mengandung kesimpulan yang mendalam mengenai rahmat Allah SWT.
Memahami dan menghafal ayat terakhir ini, sebagaimana ayat-ayat lain dalam Al-Qur'an, merupakan amalan yang sangat dianjurkan. Berikut adalah lafal latin dari ayat terakhir Surat At-Taubah, disusul dengan terjemahannya.
(Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, yang amat berat baginya kesusahanmu, yang sangat menginginkan keimananmu, dan yang sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman.)
Ayat 129 ini menjadi penutup yang manis dan penuh harapan setelah serangkaian ayat yang berbicara tentang peperangan, perjanjian, dan ujian keimanan. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat fundamental bahwa inti dari risalah kenabian Muhammad SAW adalah kasih sayang dan kepedulian mendalam terhadap umatnya. Kata 'Azizun 'alaihi ma 'anittum (berat baginya kesusahanmu) menunjukkan empati luar biasa Nabi Muhammad SAW terhadap penderitaan dan kesulitan yang dihadapi umatnya.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa ayat ini adalah penegasan sifat Nabi SAW yang paripurna. Sifat Ra'uufur Rahiim (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang) yang melekat pada Rasulullah adalah cerminan dari sifat Allah SWT sendiri. Dalam konteks spiritual, ayat ini menguatkan kembali hubungan antara pengikut dan pemimpin mereka, yakni Rasulullah, sebagai sosok yang selalu mengutamakan kemaslahatan umatnya di atas kepentingan dirinya sendiri.
Bagi seorang muslim yang membaca ayat ini, ia diingatkan untuk meneladani akhlak Rasulullah. Ketika kita menghadapi kesulitan (seperti yang disinggung dalam kata 'anittum'), kita ingat bahwa ada figur agung yang merasakan beban itu bersamanya. Ini memberikan ketenangan dan motivasi untuk terus teguh dalam keimanan, karena pemimpin kita sangat peduli.
Meskipun tidak ada hadis spesifik yang menyatakan keutamaan menghafal *hanya* ayat terakhir ini secara terpisah layaknya beberapa ayat akhir surat lain (seperti Al-Kahfi atau Al-Mulk), ayat ini memegang peran vital sebagai penutup sebuah surat yang sangat besar cakupan temanya. Membacanya secara rutin, terutama setelah shalat atau saat berdzikir petang, dapat memberikan beberapa manfaat batiniah.
Dalam perspektif pengajian, ayat ini sering dijadikan titik tolak untuk membahas sirah (sejarah hidup) Nabi SAW, khususnya periode Madinah di mana tantangan menghadapi kaum munafik dan menjaga konsistensi iman menjadi sangat berat. Memahami konteks ayat ini membantu pembaca mengapresiasi kedalaman makna yang tersembunyi di balik lafal latin yang sederhana.
Oleh karena itu, ketika kita mengucapkan atau menuliskan surat at taubah ayat terakhir latin, kita tidak sekadar melafalkan bunyi, melainkan menghidupkan kembali semangat kasih sayang, kepedulian, dan keteguhan iman yang dibawa oleh pesan agung penutup surat tersebut. Ini adalah penutup yang sempurna bagi sebuah surat yang menuntut kejujuran total dalam beragama.
Menutup lembaran Surat At-Taubah dengan ayat ini adalah janji bahwa meskipun perjalanan dakwah penuh ujian, selalu ada penopang berupa kasih sayang yang tak terbatas dari Allah SWT dan teladan sempurna dari Rasulullah SAW.