Surat At-Taubah, atau Surat Bara'ah, adalah surat Madaniyah yang sarat dengan perintah dan larangan, terutama berkaitan dengan kondisi perang dan hubungan sosial pasca-hijrah. Salah satu ayat yang sering menjadi sorotan karena membahas kualitas iman dan hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah ayat ke-88. Ayat ini memberikan penekanan kuat tentang siapa yang berhak mendapat pertolongan dan siapa yang sesungguhnya menjadi pelindung sejati.
Untuk memahami kedalamannya, mari kita telaah terlebih dahulu teks aslinya beserta terjemahannya.
Ayat ini secara garis besar membagi kelompok manusia menjadi tiga kategori utama dalam konteks dakwah dan perjuangan di jalan Allah: mereka yang beriman, berhijrah, dan berjihad; mereka yang beriman namun belum berhijrah; dan kondisi hubungan antar kelompok tersebut.
Ayat 88 diawali dengan pujian mulia bagi kelompok pertama: "Orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, bagi mereka pahala mereka dan cahaya mereka." Ini adalah status tertinggi yang digarisbawahi oleh Allah SWT. Iman adalah pondasi, hijrah adalah tindakan fisik meninggalkan kenyamanan demi ketaatan, dan jihad adalah upaya sungguh-sungguh dalam membela agama. Imbalannya tidak hanya pahala (ganjaran akhirat) tetapi juga Nuur (cahaya) di dunia dan akhirat, menandakan kejelasan visi dan petunjuk Ilahi dalam hidup mereka.
Kemudian ayat melanjutkan dengan membahas kelompok kedua: "Dan orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, kalian (kaum Muhajirin) tidak bertanggung jawab sedikit pun atas perwalian mereka, sampai mereka berhijrah." Pada masa awal Islam, hijrah bukan sekadar perpindahan geografis, melainkan deklarasi loyalitas total kepada Islam dan komunitas Muslim yang baru terbentuk di Madinah. Mereka yang belum berhijrah, meskipun beriman, belum sepenuhnya terikat dalam struktur sosial dan pertahanan dakwah. Oleh karena itu, tanggung jawab perlindungan (wala') dan kepemimpinan kolektif tidak sepenuhnya diberikan kepada mereka hingga mereka memenuhi syarat hijrah tersebut.
Ini menunjukkan bahwa keimanan harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang selaras dengan tujuan kolektif umat.
Namun, ada pengecualian penting yang menunjukkan universalitas kasih sayang Islam. Ayat tersebut menambahkan: "Akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan agama, maka kewajiban kalian menolong mereka..." Pengecualian ini sangat fundamental. Sekalipun ikatan formal perwalian (wala') belum terjalin penuh karena ketiadaan hijrah, bantuan harus diberikan jika menyangkut penindasan atas dasar agama mereka.
Pengecualian ini memiliki batasannya sendiri untuk menjaga kedamaian dan keadilan: "...kecuali terhadap kaum yang antara kalian dan mereka ada perjanjian damai." Prinsip ini menegaskan bahwa Islam sangat menghargai janji dan perjanjian yang telah dibuat. Bantuan militer atau keterlibatan dalam konflik tidak boleh melanggar perjanjian damai yang sah antara komunitas Muslim dan pihak lain.
Penutup ayat ini adalah penegasan ilahi: "Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan." Ini adalah pengingat bahwa setiap niat, setiap tindakan, dan setiap pengecualian yang diambil berdasarkan kerangka ayat ini, semuanya berada dalam pengawasan penuh Allah SWT. Tindakan harus didasarkan pada ketulusan dan kepatuhan, bukan sekadar politik jangka pendek.
Surat At-Taubah ayat 88 ini bukan sekadar catatan sejarah atau aturan militer. Ia adalah barometer spiritual. Kriteria keluhuran status seorang Muslim—mendapatkan cahaya Ilahi—dihubungkan langsung dengan komitmennya untuk berkorban (hijrah) dan berusaha (jihad) demi menegakkan syiar agama.
Dalam konteks modern, "hijrah" dapat diinterpretasikan sebagai migrasi dari kebiasaan buruk menuju ketaatan, atau meninggalkan lingkungan yang destruktif menuju lingkungan yang suportif terhadap iman. "Jihad" adalah perjuangan tanpa henti melawan hawa nafsu dan upaya maksimal dalam menyebarkan kebenaran.
Ayat ini mengajarkan keseimbangan antara idealisme dan realitas sosial. Meskipun idealnya semua mukmin harus berada di garis depan perjuangan, Islam juga mengakui mereka yang imannya kuat namun terkendala kondisi (belum berhijrah), selama mereka tidak mengkhianati prinsip dasar agama (yakni, bantuan harus diberikan saat agama mereka terancam). Ayat ini adalah pelajaran tentang prioritas, loyalitas, dan keharusan menepati janji. Allah SWT selalu mengawasi ketulusan di balik setiap keputusan yang kita ambil.