Surat At Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara'ah, adalah salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an, terutama karena isinya yang banyak membahas mengenai komitmen, perjanjian, dan hubungan antarumat dalam konteks perjuangan. Di antara ayat-ayatnya yang sarat makna, Surat At Taubah ayat 35 menonjol sebagai pengingat fundamental mengenai harta dan tujuan akhir seorang Muslim. Ayat ini sering kali menjadi bahan perenungan mendalam tentang prioritas hidup di dunia.
Teks dan Terjemahan Surat At Taubah Ayat 35
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
Pada hari ketika harta-harta itu dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi mereka, lambung mereka, dan punggung mereka (dikatakan kepada mereka): "Inilah harta benda yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah: 35)
Penjelasan Mendalam Tentang Konteks Ayat
Ayat 35 ini merupakan kelanjutan dan penekanan dari peringatan sebelumnya, yaitu ayat 34, yang mengutuk para penimbun harta—terutama zakat atau harta lain yang seharusnya dibelanjakan di jalan Allah—yang enggan menginfakkannya. Konteks utama dari ayat ini adalah ancaman keras terhadap praktik kandz (menimbun) harta.
Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan bagaimana nasib harta yang ditimbun itu pada Hari Kiamat. Harta tersebut tidak lagi menjadi sumber kesenangan atau kemuliaan, melainkan berubah menjadi alat siksaan yang pedih. Kata kunci dalam ayat ini adalah "يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا" (Pada hari ketika dipanaskan padanya). Logam mulia seperti emas dan perak yang mereka kumpulkan akan dibakar di api Jahannam hingga sangat panas.
Alat Siksaan yang Ironis
Hal yang paling menghancurkan dari siksaan ini adalah ironi yang terkandung di dalamnya. Dahi, lambung, dan punggung adalah bagian tubuh yang sering kali digunakan manusia untuk bekerja mencari nafkah, beristirahat, atau menunjukkan harga diri di dunia. Kini, bagian-bagian tersebutlah yang akan dicap dan dibakar oleh harta yang dulu mereka cintai melebihi cinta mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Frasa "هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ" (Inilah yang kamu kumpulkan untuk dirimu sendiri) berfungsi sebagai teguran final. Mereka menimbun harta untuk kepentingan diri sendiri, bukan untuk membantu sesama, bukan untuk ibadah, dan bukan untuk kepentingan agama. Akibatnya, hasil penimbunan tersebut hanya akan dinikmati oleh diri mereka sendiri, yaitu dalam bentuk siksaan abadi.
Pelajaran Penting Tentang Kepemilikan Harta
Surat At Taubah ayat 35 mengajarkan prinsip dasar ekonomi Islam: harta adalah titipan, bukan kepemilikan absolut. Seorang Muslim diuji melalui hartanya. Apakah ia akan menjadi hamba yang bersyukur dan mendistribusikan hak-hak Allah dalam harta tersebut, ataukah ia akan menjadi hamba yang tamak dan menimbunnya?
Ayat ini menegaskan bahwa nilai sejati harta bukanlah kuantitas yang terkumpul, melainkan bagaimana harta itu digunakan. Harta yang disalurkan untuk jihad, sedekah, menolong yang membutuhkan, atau digunakan untuk membangun sarana kebaikan akan menjadi saksi kebaikan di akhirat. Sebaliknya, harta yang ditahan karena kekikiran dan kecintaan berlebihan (kandz) akan menjadi sumber malapetaka.
Para ulama tafsir sering mengaitkan ayat ini dengan sifat cinta dunia yang berlebihan (hubb ad-dunya). Ketika cinta dunia mengalahkan cinta akhirat, seseorang cenderung mengabaikan kewajiban sosial dan spiritualnya. Dalam pandangan Islam, kekayaan yang tidak menunaikan haknya—terutama zakat dan infak wajib—dianggap sebagai kekayaan yang 'mati' dan justru membahayakan pemiliknya kelak. Oleh karena itu, ayat ini berfungsi sebagai alarm keras agar umat Islam senantiasa waspada terhadap jebakan materi dan selalu mengingat tujuan akhir dari setiap transaksi dan simpanan duniawi. Menginvestasikan harta dalam ketaatan kepada Allah adalah investasi yang kekal, sementara menimbunnya demi kesenangan sesaat akan berujung pada kerugian yang tak terperi.