Kedudukan Iman dan Jihad di Jalan Allah
Surat At-Taubah, yang dikenal juga sebagai surat Bara'ah (pembebasan), adalah salah satu surat Madaniyah terakhir yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Ayat 20 dan 21 dari surat ini memberikan landasan kuat mengenai prioritas seorang mukmin sejati: hubungan vertikal dengan Allah SWT melalui ketaatan dan pengorbanan, serta kesiapan untuk berjihad di jalan-Nya.
Ayat-ayat ini secara tegas membedakan antara orang-orang yang benar-benar beriman dan mereka yang hanya mengaku beriman tetapi hatinya masih terikat pada urusan duniawi yang fana. Keutamaan sejati, menurut ayat ini, terletak pada kualitas iman yang diiringi dengan amal saleh dan pengorbanan tertinggi.
Ilustrasi pemahaman ilmu dari wahyu.
Teks dan Tafsir Ringkas
۞ اَلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا لَمْ يَجْعَلُوْا ءَابَاۤءَهُمْ وَلَآ اِخْوَانَهُمْ اَوْلِيَاۤءَ اِذِ اسْتَحَبُّوْا الْكُفْرَ عَلَى الْاِيْمَانِ ۗ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ مِنْهُمْ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ
(QS. At-Taubah: 20)
"Orang-orang yang beriman tidak akan menjadikan bapak-bapak mereka dan saudara-saudara mereka sebagai auliya (pelindung/kekasih), apabila mereka lebih menyukai kekafiran daripada keimanan. Dan barangsiapa di antara kamu yang berpaling dari mereka, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
۞ قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمُ وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
(QS. At-Taubah: 21)
"Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir akan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (durhaka)."
Makna Inti: Prioritas Keimanan di Atas Ikatan Duniawi
Ayat 20 memberikan peringatan keras bagi orang-orang yang mengaku beriman namun masih loyalitasnya terbagi. Islam menuntut loyalitas tunggal dan penuh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Ikatan kekeluargaan, seberat apapun, tidak boleh menjadi penghalang untuk menaati perintah Allah, terutama dalam konteks pemisahan antara kebenaran (iman) dan kebatilan (kekafiran).
Jika kerabat dekat, termasuk ayah dan saudara kandung, memilih jalan kekafiran dan permusuhan terhadap Islam, maka seorang mukmin sejati harus menjauhi mereka sebagai pelindung atau kekasih (awliya) yang berarti kerelaan terhadap kesesatan mereka. Tindakan mempertahankan loyalitas kepada mereka yang memilih kekufuran setelah kebenaran jelas tersaji adalah perbuatan zalim, baik zalim terhadap diri sendiri maupun zalim terhadap agama.
Deretan Kenikmatan Dunia yang Harus Dinomori Setelah Allah
Ayat 21 adalah penegasan yang sangat rinci mengenai ujian keimanan. Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menanyakan secara retoris: apakah semua kenikmatan dunia ini—yang mencakup semua ikatan emosional (orang tua, anak, pasangan, kerabat) dan semua hasil jerih payah (harta, perdagangan, rumah)—lebih dicintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan jihad fi sabilillah?
Daftar yang disebutkan dalam ayat ini sangat komprehensif, mencakup setiap aspek kehidupan yang cenderung mengikat jiwa manusia: kasih sayang alamiah, keamanan finansial, dan kenyamanan tempat tinggal. Ketika kecintaan terhadap hal-hal ini melampaui kecintaan terhadap panggilan ilahi untuk berjuang di jalan-Nya, maka status keimanan seseorang patut dipertanyakan.
Bagi yang memilih kenikmatan dunia di atas ketaatan, ancamannya adalah penantian terhadap ketetapan Allah. Kata "fatarabbaṣū" (maka tunggulah) mengandung makna ancaman dan janji hukuman, karena orang yang fasik (keluar dari ketaatan) tidak akan mendapatkan petunjuk ilahi menuju kebaikan.
Implikasi Praktis di Kehidupan Modern
Meskipun konteks historis ayat ini berkaitan dengan situasi perang dan migrasi (Hijrah) di masa awal Islam, pelajaran yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan abadi. Tantangan yang dihadapi mukmin saat ini mungkin tidak selalu berupa peperangan fisik secara langsung, tetapi bisa berupa:
- Tekanan Sosial: Keharusan menyesuaikan diri dengan norma masyarakat yang bertentangan dengan syariat Islam demi menjaga hubungan sosial atau karier.
- Materialisme Berlebihan: Keasyikan mencari dan mengumpulkan harta hingga mengabaikan ibadah wajib dan kewajiban sosial dalam Islam.
- Kenyamanan yang Mematikan Semangat Jihad: Rasa cinta yang mendalam terhadap rumah mewah atau gaya hidup nyaman yang menghilangkan motivasi untuk berkorban waktu, tenaga, atau harta demi dakwah dan kemaslahatan umat.
Intinya, ayat 20 dan 21 Surat At-Taubah adalah ujian komitmen. Seorang mukmin yang sejati harus memastikan bahwa kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di puncak hierarki emosional dan keputusannya. Kesediaan untuk meninggalkan kenyamanan atau bahkan bertentangan dengan keinginan orang yang dicintai demi mempertahankan ridha Allah adalah tolok ukur kebenaran iman seseorang.