Ilustrasi perbandingan antara nilai duniawi dan keimanan.
Al-Qur'an adalah sumber petunjuk abadi yang mengatur seluruh aspek kehidupan seorang Muslim. Di antara sekian banyak ayat yang menjadi pedoman, Surat At-Taubah (Surah ke-9) memuat pelajaran penting mengenai komitmen, loyalitas, dan prioritas dalam beragama. Fokus kita kali ini adalah menelaah makna mendalam dari ayat ke-20 dan ayat ke-22 dari surah tersebut, yang seringkali dibaca bersamaan sebagai penegasan tentang kualitas iman sejati.
Ayat kedua puluh dari At-Taubah ini memberikan standar tertinggi bagi seorang mukmin. Ayat ini secara eksplisit menanyakan dan menegaskan derajat orang-orang yang benar-benar beriman dan berhijrah di jalan Allah. Ayat ini adalah pembeda antara klaim keimanan dan aktualisasi iman dalam tindakan nyata.
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka, adalah lebih besar dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang menang."
Ayat ini menekankan tiga pilar utama dalam pembuktian iman: Iman (keyakinan hati yang terwujud), Hijrah (meninggalkan hal yang dilarang atau lingkungan yang tidak mendukung ketaatan, serta berpindah demi agama), dan Jihad (perjuangan di jalan Allah) baik melalui harta maupun diri. Keutamaan ini tidak hanya terkait dengan amal semata, tetapi juga dengan tingginya derajat di sisi Allah SWT. Ini adalah janji kemenangan bagi mereka yang mengutamakan keridhaan-Nya di atas segala kepentingan duniawi.
Jika ayat sebelumnya menjelaskan tentang tingginya derajat orang yang berjuang, ayat ke-22 memberikan peringatan keras kepada mereka yang hatinya terbagi atau lebih mencintai kesenangan duniawi daripada Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini menegaskan bahwa iman yang tulus harus termanifestasi dalam kesediaan untuk mengorbankan apa yang dicintai demi Allah.
"Katakanlah: 'Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir akan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, itu lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (durhaka)'."
Ayat ini berfungsi sebagai ujian kejujuran spiritual. Allah SWT menyebutkan secara rinci segala sesuatu yang biasanya menjadi pusat perhatian dan kecintaan manusia—keluarga, kekayaan, dan kenyamanan tempat tinggal. Kemudian, ayat ini menempatkan perbandingan: mana yang lebih dicintai, semua kenikmatan duniawi tersebut, atau ketaatan penuh kepada Allah dan Rasul-Nya?
Ketidakmampuan untuk menempatkan Allah dan Rasul-Nya di atas segala kenikmatan tersebut dikategorikan sebagai kefasikan (durhaka), yang berkonsekuensi Allah tidak akan memberikan petunjuk-Nya. Ini adalah peringatan keras bahwa iman yang diklaim tanpa adanya bukti pengorbanan dan prioritas adalah iman yang rapuh.
Dua ayat ini harus dipahami secara beriringan. Ayat 20 adalah motivasi dan penghargaan bagi mereka yang telah membuktikan kualitas imannya melalui tindakan nyata (hijrah dan jihad). Sementara itu, ayat 22 adalah tolok ukur kritis yang harus selalu dipegang teguh oleh setiap Muslim agar tidak tergelincir ke dalam jebakan cinta dunia yang berlebihan.
Dalam konteks kehidupan modern, "jihad" tidak selalu berarti peperangan fisik; ia mencakup perjuangan melawan hawa nafsu, berjuang keras dalam mencari rezeki yang halal, menuntut ilmu syar'i, dan menegakkan kebenaran di tengah masyarakat. Hijrah pun meluas maknanya menjadi upaya terus-menerus menjauhi maksiat dan lingkungan yang merusak spiritualitas.
Kedua ayat ini mengingatkan bahwa integritas seorang mukmin diukur dari kesediaannya untuk melepaskan hal yang paling ia cintai demi meraih keridhaan dan janji kemenangan dari Allah SWT. Prioritas adalah kunci. Ketika dunia diposisikan di atas Allah, maka semua usaha dan pengorbanan duniawi akan terasa sia-sia di hadapan timbangan akhirat. Sebaliknya, ketika Allah adalah prioritas utama, maka semua perjuangan di jalan-Nya akan membuahkan kemenangan hakiki dan derajat yang tinggi di sisi Pencipta alam semesta.
Memahami At-Taubah 20 dan 22 adalah undangan untuk melakukan introspeksi berkelanjutan: Apakah kehidupan kita saat ini mencerminkan prioritas yang telah ditegaskan oleh ayat-ayat mulia ini? Hanya dengan meletakkan Allah pada posisi tertinggi barulah kita dapat benar-benar disebut sebagai orang-orang yang menang.