Kekuatan Kecintaan Sejati: Tafsir At-Taubah Ayat 24 dan 25

Ilustrasi: Prioritas Hati yang Mencintai Allah

Dalam lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang berfungsi sebagai barometer sejati keimanan seseorang. Surat At-Taubah, yang dikenal dengan tema peperangan dan kejujuran tauhid, menyimpan dua ayat krusial yang menyoroti skala prioritas dalam hati seorang mukmin: ayat 24 dan 25. Ayat-ayat ini merupakan teguran keras sekaligus pengingat lembut tentang siapa yang seharusnya menempati posisi tertinggi dalam sanubari kita.

Teks dan Terjemahan Ayat

Qul in kāna ābāʼukum wa abnāʼukum wa ikhwānukum wa azwājukum wa ‘amīratukum wa tijāratun taqtarūnāhā wa masākinun tartaḍūnahā aḥabba ilaykum minallāhi wa rasūlihī wa jihādin fī sabīlihī fatarabbaṣū ḥattā ya’tiyallāhu bi-amrih, wallāhu lā yahdīl qawmal fāsiqīn.

(Katakanlah: "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.") (QS. At-Taubah: 24)

Inna Allāha la qad naṣarakum fī mawāṭin kathīratin wa yawma ḥunainin idh a‘jabatkum kuthratukum fa lam tughni ‘ankum shay’an wa ḍāqat ‘alaykum al-arḍu bi-mā rahubat thumma wallaytum mudbirīn.

("Sesungguhnya Allah telah menolong kamu pada banyak medan peperangan, dan (ingatlah) peperangan Hunain, ketika kamu merasa hebat dengan banyaknya jumlah kalian, maka jumlah itu tidak memberi manfaat sedikit pun kepada kalian, dan bumi yang luas terasa sempit bagi kalian, kemudian kalian lari ke belakang (mundur).") (QS. At-Taubah: 25)

Peringatan Atas Prioritas Duniawi

Ayat 24 adalah seruan langsung kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umatnya. Inti dari ayat ini adalah ujian kecintaan. Allah SWT menyebutkan secara rinci tujuh aspek yang paling sering menjadi sandaran dan kegemaran manusia di dunia ini: ayah, anak, saudara, pasangan, harta benda, perdagangan, dan tempat tinggal.

Ayat ini tidak mengatakan bahwa mencintai keluarga atau harta itu haram. Dalam Islam, silaturahim dan menjaga kesejahteraan duniawi adalah bagian dari ketaatan. Namun, Allah menetapkan batas yang tegas: jika kecintaan-kecintaan duniawi tersebut melebihi cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya, maka itu berubah menjadi fitnah dan kemaksiatan. Konsekuensinya sangat berat: menunggu keputusan Allah, yaitu berupa siksa atau penyesalan abadi, karena Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (keluar dari ketaatan).

Jihad dan Ujian Kepercayaan

Penyebutan "berjihad di jalan-Nya" setelah menyebutkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menunjukkan kesatuan antara keyakinan batin dan manifestasi tindakan nyata. Jihad di sini tidak selalu berarti perang fisik, melainkan perjuangan total—berkorban waktu, harta, bahkan nyawa—demi meninggikan kalimat Allah. Ayat ini menantang validitas klaim iman seseorang ketika dihadapkan pada pilihan antara kenyamanan dunia dan panggilan Ilahi.

Pelajaran dari Perang Hunain (Ayat 25)

Ayat 25 memberikan contoh historis konkret untuk menguatkan pesan pada ayat 24, yaitu mengingatkan peristiwa Perang Hunain. Dalam perang tersebut, kaum Muslimin merasa sangat percaya diri karena jumlah mereka yang besar melebihi musuh. Kesombongan inilah yang menjadi pintu masuk kegagalan awal mereka.

Perasaan "kagum dengan banyaknya jumlah" adalah bentuk ketertautan hati kepada kekuatan materi dan kuantitas, menggeser fokus dari kebergantungan mutlak kepada Allah. Akibatnya, mereka merasakan kekalahan dan bumi terasa sempit, memaksa mereka melarikan diri. Ayat ini berfungsi sebagai penutup yang menegaskan bahwa pertolongan datang hanya dari Allah, bukan dari jumlah pasukan, kekayaan, atau rencana manusia semata.

Implikasi Modern

Di era modern, "harta kekayaan yang kamu usahakan" bisa berbentuk karier cemerlang, "perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya" bisa menjadi investasi besar, dan "rumah tempat tinggal yang kamu sukai" bisa berupa status sosial. At-Taubah 24-25 tetap relevan sebagai pengingat agar kita tidak terperangkap dalam ilusi kenyamanan material. Kecintaan sejati harus selalu menempatkan ridha Allah di atas segalanya, menjadikan dunia sebagai sarana bukan tujuan akhir.