Surat At-Taubah, yang merupakan surat madaniyah terakhir dalam urutan mushaf, memiliki banyak sekali pelajaran penting, terutama mengenai jihad, iman, dan hubungan sosial. Salah satu ayat yang sering menjadi perbincangan mendalam di kalangan mufassir adalah ayat ke-121.
Ilustrasi Keseimbangan Tindakan Spiritual
Teks dan Terjemahan
Berikut adalah bunyi dari Surat At-Taubah ayat 121, baik dalam teks aslinya maupun terjemahan yang mendekati maknanya:
Konteks Historis dan Pelajaran
Ayat ini turun dalam konteks di mana banyak sekali seruan untuk berjihad fii sabilillah, khususnya pada masa-masa genting peperangan melawan musuh-musuh Islam. Namun, Allah Subhana Wa Ta'ala memberikan arahan yang sangat bijaksana. Ayat ini menekankan bahwa fokus pada perang saja tidaklah cukup, harus ada keseimbangan antara tugas fisik (perang/mobilisasi) dan tugas intelektual/spiritual (pembelajaran dan dakwah).
Pentingnya Tadabbur Ilmu Agama
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "liyatafaqqahu fiddin" (untuk mendalami ilmu agama). Ini menunjukkan bahwa Jihad dalam Islam tidak hanya bersifat fisik bersenjata, tetapi juga jihad intelektual. Harus ada sekelompok orang (thā’ifah) yang secara permanen mengkhususkan diri untuk memahami secara mendalam ajaran-ajaran Islam, hukum-hukumnya, dan hikmah di baliknya.
Tanpa pemahaman yang mendalam, ibadah dan tindakan umat bisa menjadi sia-sia atau bahkan menyimpang. Kelompok inilah yang akan menjadi benteng intelektual umat, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil berlandaskan dalil yang shahih dan pemahaman yang benar.
Peran Edukator dan Pemberi Peringatan
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan tujuan kedua dari kelompok yang mendalami ilmu tersebut, yaitu "waliyunziru qawmahum itha raja'u ilayhim" (dan untuk memberi peringatan kepada kaum mereka apabila mereka telah kembali). Ini menggambarkan siklus dakwah yang berkelanjutan.
- Mobilisasi: Mayoritas umat berpartisipasi dalam kewajiban kolektif (seperti pertahanan atau tugas kemasyarakatan).
- Karantina Ilmu: Sebagian kecil fokus pada penguasaan ilmu.
- Transfer Ilmu: Setelah masa mobilisasi selesai atau secara berkala, mereka kembali untuk mentransfer ilmu dan peringatan kepada masyarakat umum.
Peringatan ini sangat krusial. Tujuan akhirnya adalah "la'allahum yahzarun" (agar mereka bertakwa/menjaga diri). Ilmu yang tidak disertai dengan peringatan yang efektif kepada masyarakat yang belum mengetahuinya akan kehilangan dampak sosialnya. Ayat ini mengajarkan bahwa seorang alim (cendekiawan) memiliki tanggung jawab sosial yang besar untuk memastikan umatnya terhindar dari kesesatan atau perbuatan yang dilarang.
Keseimbangan dalam Kehidupan Modern
Meskipun konteksnya adalah peperangan zaman dahulu, relevansi Surat At-Taubah ayat 121 ini sangat kuat di era kontemporer. Dalam kesibukan mengejar dunia (karir, materi, atau bahkan kesibukan ibadah yang sifatnya sporadis), umat seringkali melupakan pentingnya pengkhususan waktu untuk belajar agama secara serius.
Ayat ini menjadi teguran bahwa tidak semua orang harus menjadi ahli di satu bidang, namun harus ada segmen umat yang bersedia mengorbankan waktu dan kenyamanan untuk menjadi ahli di bidang agama, agar mereka dapat menjadi mercusuar bagi saudaranya yang disibukkan oleh tuntutan duniawi. Prinsip ini berlaku juga dalam bidang keahlian lain—harus ada dokter, insinyur, dan ahli hukum yang mendalami agamanya, sehingga nasihat yang diberikan selaras dengan tuntunan syariat.
Kesimpulannya, At-Taubah 121 adalah fondasi bagi pembentukan institusi pendidikan Islam yang serius. Ia menuntut adanya prioritas alokasi sumber daya manusia untuk penguasaan ilmu agar tegaknya ketakwaan dan kehati-hatian (yahzarun) di tengah masyarakat dapat terwujud secara berkelanjutan.