Surat At-Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara'ah, adalah salah satu surat Madaniyah dalam Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran penting mengenai keimanan, jihad, dan hubungan sosial. Salah satu ayat yang sering menjadi perenungan mendalam bagi umat Islam adalah ayat ke-108.
La taqum feehi abada. Lumasjidun ussisa 'ala al-taqwaa min al-yawm ahakku an taqooma feehi. Feehi rijaluy yuhibboona an yatatahhara. Wallahu yuhibbul mutahhireen.
Ayat 108 ini turun sebagai respons langsung terhadap tindakan kaum munafik yang membangun sebuah masjid bernama Masjid Dhirar (Masjid Kemudaratan) di dekat Masjid Quba. Tujuan mereka membangun masjid tersebut bukan untuk ibadah tulus, melainkan untuk menyebarkan fitnah, memecah belah kaum mukminin, dan menjadi tempat persembunyian bagi musuh-musuh Allah.
Allah SWT melalui firman-Nya memerintahkan Rasulullah SAW untuk tidak pernah salat di masjid tersebut. Larangan ini menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang niat di balik sebuah bangunan ibadah. Sebuah tempat yang didirikan dengan niat buruk, meskipun tampak seperti rumah ibadah, harus ditinggalkan dan ditolak.
Ayat ini kemudian memberikan perbandingan kontras dengan menegaskan bahwa masjid yang lebih berhak untuk didatangi dan dijadikan tempat salat adalah masjid yang sejak awal didirikan di atas dasar takwa (ketakutan dan ketaatan kepada Allah). Masjid Quba seringkali disebut sebagai contoh utama masjid yang didirikan atas dasar takwa ini, yang dibangun oleh kaum Muhajirin dan Ansar segera setelah kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Dasar takwa ini memastikan bahwa segala aktivitas di dalamnya murni karena Allah, tanpa ada motif tersembunyi, politik, atau permusuhan terhadap kebenaran.
Poin penting lainnya yang ditekankan adalah karakteristik jamaah masjid tersebut: "Di masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri." Ini merujuk pada kesungguhan mereka dalam membersihkan diri secara fisik (thaharah) dan, yang lebih utama, membersihkan hati dari kemunafikan, keraguan, dan dosa. Allah SWT menyimpulkan penegasan ini dengan firman-Nya: "Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih."
Implikasi dari ayat ini sangat luas. Ia mengajarkan bahwa kualitas suatu amalan atau tempat ibadah tidak hanya dinilai dari bentuk luarnya, tetapi sangat bergantung pada niat pelakunya (ikhlas) dan kesucian tujuan pendiriannya. Dalam konteks yang lebih luas, umat Islam harus berhati-hati terhadap segala bentuk perkumpulan atau institusi yang tampak baik namun bersembunyi niat buruk di baliknya. Keaslian niat dan kebersihan hati adalah standar utama di sisi Allah.
Surat At-Taubah ayat 108 ini memberikan landasan teologis yang kuat mengenai pentingnya keikhlasan dalam beribadah. Masjid atau tempat ibadah harus menjadi pusat ketenangan spiritual, bukan sarang konspirasi atau perpecahan. Jika sebuah lembaga, meskipun menyandang nama Islami, digunakan untuk menyebarkan perpecahan atau mendukung kebatilan, maka umat Islam diperintahkan untuk menjauhinya. Fokus utama harus selalu diarahkan pada tempat-tempat yang didedikasikan murni untuk ketaatan dan penyucian jiwa, karena Allah SWT mencintai hamba-Nya yang menjaga kesucian diri mereka.