Suku Dayak Benuaq merupakan salah satu rumpun besar dalam komunitas Dayak yang mendiami wilayah Kalimantan Timur, khususnya di sekitar hulu Sungai Mahakam. Keberadaan mereka membawa kekayaan budaya yang tak ternilai, salah satunya adalah Bahasa Dayak Benuaq. Bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi sehari-hari, melainkan cerminan kosmologi, sejarah lisan, dan cara pandang masyarakat Benuaq terhadap alam semesta.
Secara umum, Bahasa Dayak Benuaq termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia dan serumpun dengan bahasa Dayak Modang atau Kenyah, meski memiliki kekhasan tersendiri. Salah satu fitur menonjol dari bahasa ini adalah sistem fonologi yang kaya, termasuk penggunaan vokal yang bervariasi serta konsonan yang memiliki penekanan bunyi berbeda dibandingkan bahasa Indonesia baku.
Struktur tata bahasanya menunjukkan pola SOV (Subjek-Objek-Verba) yang sering ditemukan pada banyak bahasa daerah di Kalimantan. Namun, yang membuat bahasa ini unik adalah keberadaan sistem penanda status sosial atau hubungan kekerabatan yang terintegrasi dalam pengucapan atau pemilihan kosakata tertentu. Misalnya, cara memanggil orang yang lebih tua atau kerabat dekat akan berbeda secara leksikal. Ini menunjukkan betapa eratnya nilai-nilai sosial budaya tertanam dalam setiap ungkapan bahasa.
Kekayaan Bahasa Dayak Benuaq sangat terlihat dalam perbendaharaan kata yang berkaitan dengan alam. Karena masyarakat Benuaq secara tradisional sangat bergantung pada hutan, sungai, dan hasil pertanian, mereka memiliki kosakata yang sangat spesifik untuk mendeskripsikan jenis pohon, pola aliran air, hingga fase pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh, mungkin ada lebih dari selusin kata berbeda untuk menggambarkan jenis bambu tertentu, sesuatu yang hilang dalam bahasa-bahasa urban modern.
Penguasaan kosakata spesifik ini adalah kunci untuk memahami naskah-naskah lisan kuno seperti kinaruk, belian, atau perkakas adat. Ketika para tetua menceritakan kisah penciptaan atau ritual adat, ketelitian dalam pemilihan kata menjadi sangat krusial karena setiap kata membawa bobot historis dan spiritual yang mendalam. Tanpa pemahaman konteks budaya ini, terjemahan harfiah sering kali gagal menangkap esensi pesan.
Seperti banyak bahasa daerah lainnya di Indonesia, Bahasa Dayak Benuaq kini menghadapi ancaman serius dari globalisasi dan dominasi bahasa nasional serta bahasa asing melalui media massa. Generasi muda sering kali lebih fasih berbahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris, sementara penggunaan bahasa ibu di lingkungan rumah tangga mulai berkurang.
Upaya pelestarian terus dilakukan. Revitalisasi sering difokuskan melalui pendidikan berbasis kearifan lokal di sekolah-sekolah adat. Selain itu, dokumentasi digital menjadi sangat penting. Para peneliti dan anggota komunitas berupaya merekam pidato, nyanyian tradisional, dan wawancara dengan penutur asli yang fasih untuk menciptakan arsip digital yang dapat diakses di masa depan. Pelestarian Bahasa Dayak Benuaq adalah upaya menjaga identitas kolektif suku Dayak Benuaq agar tetap lestari di tengah arus modernisasi yang tak terhindarkan. Melindungi bahasa ini berarti melindungi seluruh narasi budaya mereka.
Untuk memberikan gambaran sekilas, berikut perbandingan sederhana (meskipun transliterasi pasti bervariasi):
Memahami sedikit demi sedikit struktur ini membuka pintu untuk apresiasi yang lebih besar terhadap kerumitan dan keindahan Bahasa Dayak Benuaq.