(Ilustrasi Pesan Kenabian)
Pengantar Surah Laqod Jaakum Rosulum
Frasa atau bagian ayat yang sering dirujuk sebagai surah laqod jaakum rosulum merujuk pada salah satu pernyataan penting dalam Al-Qur'an yang menekankan kedatangan para rasul pembawa kebenaran. Meskipun frasa ini sendiri bukan nama sebuah surah utuh, ia merupakan bagian krusial dari Surah At-Taubah (Surah ke-9) ayat ke-24. Ayat ini menyimpan makna mendalam tentang prioritas ketaatan seorang Mukmin terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya, melebihi segala ikatan duniawi lainnya.
Dalam konteks Islam, kedatangan para rasul adalah puncak rahmat dan petunjuk Ilahi bagi umat manusia. Mereka diutus untuk meluruskan penyimpangan, mengajarkan tauhid, dan memberikan kabar gembira sekaligus ancaman. Ayat yang mengandung frasa tersebut berfungsi sebagai ujian keimanan sejati. Apakah seseorang benar-benar menempatkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segala hal lainnya? Inilah inti ajaran yang ingin disampaikan.
Makna Mendalam Ayat Keimanan
Ayat dalam Surah At-Taubah yang mengandung frasa ini secara umum berbicara mengenai kelompok orang yang, meskipun mungkin memiliki ikatan keluarga, harta, atau tempat tinggal yang sangat mereka cintai, harus siap mengesampingkan semua itu demi mengikuti panggilan Allah dan Rasul-Nya. Inti dari pesan ini adalah pengorbanan dan loyalitas total kepada prinsip keesaan Tuhan.
Kuatnya penekanan pada kata "cinta" menunjukkan bahwa iman sejati bukanlah sekadar pengakuan lisan, melainkan sebuah kondisi hati yang menempatkan standar tertinggi pada ketaatan Ilahi. Bagi seorang Muslim, kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus menjadi fondasi yang melandasi setiap keputusan hidup. Hubungan manusiawi yang penting—keluarga, pertemanan—tetap dijaga, namun ia tidak boleh melampaui batas sehingga menghalangi kewajiban utama kepada Sang Pencipta.
Fokus pada Jihad Fisik dan Spiritual
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan pentingnya "berjihad di jalan-Nya". Dalam pemahaman luas, jihad tidak hanya berarti perjuangan fisik dalam peperangan membela kebenaran (jihad qital), tetapi juga mencakup perjuangan melawan hawa nafsu diri sendiri (jihad an-nafs) dan berjuang untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang baik (jihad bil-lisan dan bil-qalam).
Ketersediaan untuk meninggalkan kenyamanan—harta, rumah, dan keluarga—adalah ujian tertinggi kesiapan seorang Mukmin untuk berkorban demi tegaknya agama. Ketika ajaran agama terancam atau ketika panggilan kebenaran menuntut pengorbanan, seorang yang imannya kokoh tidak akan ragu-ragu. Mereka memahami bahwa kenikmatan duniawi bersifat sementara, sementara ganjaran dari ketaatan kepada Allah adalah abadi.
Konsekuensi dari Kefasikan
Bagian akhir ayat memberikan peringatan keras: "Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." Kata fasik di sini mengacu pada mereka yang keluar dari ketaatan, yang secara sengaja menolak petunjuk Ilahi, dan memilih jalur yang bertentangan dengan kebenaran, meskipun mereka mungkin mengetahui kebenaran tersebut.
Ini menekankan bahwa petunjuk (hidayah) adalah anugerah yang hanya diberikan kepada mereka yang berusaha keras untuk taat dan memprioritaskan perintah Allah di atas segala preferensi duniawi mereka. Jika seseorang lebih memilih kenyamanan dan ikatan duniawi daripada panggilan suci, maka secara otomatis ia menjauhkan dirinya dari penerimaan rahmat petunjuk ilahi tersebut.
Relevansi dalam Kehidupan Modern
Meskipun konteks ayat ini seringkali terkait dengan situasi genting di masa awal Islam, relevansinya tetap kuat di era modern. Tantangan hari ini mungkin bukan lagi tentang meninggalkan rumah secara fisik karena ancaman perang, melainkan tentang menjaga integritas iman di tengah derasnya arus budaya materialisme, godaan keuntungan instan, atau tekanan sosial yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Ketika seseorang dihadapkan pada pilihan antara menjalankan prinsip agama (misalnya, kejujuran dalam bisnis, mendahulukan ibadah wajib, atau membela kebenaran di ruang publik) dengan kenyamanan materi atau popularitas, maka semangat dari "surah laqod jaakum rosulum" harus membimbingnya. Pilihan untuk mendahulukan keridhaan Allah dan Rasul-Nya adalah manifestasi nyata dari keimanan yang tulus, menjauhkan diri dari sifat kefasikan yang dijanjikan penolakan petunjuk. Memahami ayat ini membantu umat Islam menegaskan kembali komitmen fundamental mereka dalam menjalani kehidupan yang berpusat pada ketuhanan.