Simbol kehidupan dan ketidaksamaan ciptaan Allah.
Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, merupakan sumber petunjuk dan kebijaksanaan yang tak ternilai. Di dalamnya terkandung berbagai macam cerita, hukum, dan kisah yang mengajarkan kita tentang keesaan Allah SWT, serta memberikan panduan untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat. Salah satu ayat yang sarat makna dan seringkali menjadi renungan adalah Surah Fatir ayat 22.
Ayat ini secara gamblang memaparkan perbedaan fundamental antara makhluk hidup dan benda mati, serta menyinggung tentang kehidupan di alam barzakh hingga akhirat. Memahami ayat ini dapat membuka jendela pemahaman kita tentang kebesaran Allah SWT, keadilan-Nya, serta hakikat kehidupan yang sesungguhnya.
Sesungguhnya Allah dapat memperdengarkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan engkau (Muhammad) tidak dapat memperdengarkan kepada orang-orang yang di dalam kubur.
Penafsiran Surah Fatir ayat 22 ini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang, yang semuanya merujuk pada kehendak mutlak Allah SWT. Pertama, ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Mendengar. Pendengaran Allah tidak terbatas, bahkan Ia bisa membuat siapa saja yang Dia kehendaki untuk mendengar kebenaran, hidayah, dan firman-Nya. Ini adalah karunia besar bagi siapa saja yang mendapatkan pendengaran yang beriman dan mau merenungkan.
Di sisi lain, ayat ini juga memberikan perumpamaan tentang ketidakmampuan kita, bahkan Nabi Muhammad SAW sekalipun, untuk "mempermaklumkan" kepada orang-orang yang sudah berada di alam kubur. Ungkapan "orang-orang yang di dalam kubur" di sini memiliki makna yang luas. Secara harfiah, ia merujuk pada mereka yang telah meninggal dunia dan jasadnya berada di dalam kubur. Mereka sudah terputus dari kehidupan dunia dan tidak lagi memiliki kemampuan untuk merespon panggilan atau dakwah.
Namun, makna "orang-orang yang di dalam kubur" juga bisa diinterpretasikan secara metaforis. Ia bisa merujuk pada orang-orang yang hatinya telah mati dalam artian kekafiran, kesesatan, atau ketidakpedulian terhadap kebenaran. Sebagaimana jasad di dalam kubur yang tidak bisa mendengar, hati yang tertutup juga tidak akan mampu menerima dan memahami kebenaran, meskipun disampaikan berulang kali. Mereka seolah-olah hidup dalam "kubur" kegelapan ketidaktahuan.
Ayat ini secara implisit mengajarkan tentang perbedaan mendasar antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Di dunia, selama ruh masih terhubung dengan jasad, manusia memiliki potensi untuk mendengar, merespon, berubah, dan mendapatkan hidayah. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk memilih jalan yang benar.
Namun, ketika seseorang telah meninggal dunia dan berpindah ke alam barzakh, proses penerimaan kebenaran dari dunia luar akan terhenti. Mereka akan menghadapi perhitungan amal perbuatan mereka di hadapan Allah. Di alam kubur, pertanyaan-pertanyaan mengenai keimanan akan dihadapkan pada mereka. Jawaban mereka akan menentukan nasib mereka di akhirat kelak. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan di dunia adalah masa beramal dan berkesempatan untuk bertakwa, sebelum datangnya masa pertanggungjawaban yang mutlak.
Surah Fatir ayat 22 memberikan beberapa pelajaran berharga:
Dengan merenungkan Surah Fatir ayat 22, kita diingatkan akan kedudukan kita sebagai hamba Allah, pentingnya memanfaatkan masa hidup ini dengan bijak, dan kebesaran Allah yang menguasai segala sesuatu. Semoga kita termasuk golongan yang senantiasa diberi pendengaran yang baik dan petunjuk-Nya.