Surah At-Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara’ah, adalah surah ke-9 dalam Al-Qur'an. Ayat 98 dari surah ini memiliki posisi penting dalam pembahasan mengenai hubungan antara mukminin dan orang-orang Badui Arab yang memiliki keimanan yang belum sempurna atau yang dicurigai niatnya. Ayat ini memberikan petunjuk ilahi mengenai bagaimana seharusnya seorang Muslim memandang dan berinteraksi dengan tipe orang tersebut, terutama dalam konteks dukungan dan pengakuan keimanan.
Ayat ini seringkali menjadi sorotan dalam studi fiqih dan akidah karena secara eksplisit membedakan antara iman yang sesungguhnya dan iman yang hanya diucapkan di lisan, yang mana pengujian atas keimanan tersebut seringkali terjadi melalui harta dan pengorbanan di jalan Allah.
Simbolisasi Pengetahuan dan Wahyu
(98) Dan di antara orang-orang Badui itu ada yang menganggap apa yang dinafkahkannya sebagai denda (kewajiban yang berat) dan mereka menanti-nanti (datangnya) bahaya atas kamu. Semoga bahaya itu menimpa mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ayat 98 ini melanjutkan pembahasan mengenai kelompok-kelompok yang berada di pinggiran komunitas Islam, khususnya suku-suku Badui. Allah SWT menjelaskan bahwa tidak semua orang Badui yang menyatakan Islam itu tulus dalam keimanan mereka. Ada segolongan dari mereka yang bersikap pura-pura.
Salah satu indikasi kemunafikan mereka adalah cara pandang mereka terhadap infak (pemberian atau sedekah) di jalan Allah. Mereka melihat pengeluaran harta mereka bukan sebagai ibadah atau sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, melainkan sebagai "maghram" (مَغْرَمًا), yaitu sebuah denda, beban, atau kerugian yang harus ditanggung. Bagi mereka, sedekah adalah pemborosan, bukan investasi spiritual.
Sikap ini sangat kontras dengan mukminin sejati yang memandang infak sebagai sarana keberkahan dan penghapus dosa, bahkan jika itu memberatkan mereka. Pandangan materialistik ini menunjukkan bahwa hati mereka belum sepenuhnya terikat pada janji Allah SWT.
Indikasi kedua yang disebutkan dalam ayat ini adalah watak mereka yang selalu menunggu-nunggu keburukan menimpa kaum Muslimin. Mereka adalah tipe orang yang apatis terhadap kemenangan Islam dan justru bergembira jika umat Islam mengalami kesulitan atau kekalahan. Mereka terus berada dalam posisi menunggu "ad-dawa'ir" (الدَّوَائِرَ), yakni putaran nasib buruk yang akan menimpa kaum mukminin.
Allah SWT kemudian memberikan penegasan dan peringatan keras: "Semoga bahaya itu menimpa mereka (sendiri)." Ini adalah doa ilahiyah yang menegaskan bahwa tipu daya dan kebencian yang mereka tanamkan akan berbalik kembali kepada mereka. Sikap mereka yang menunggu kehancuran kaum beriman justru menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri.
Penutup ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT Maha Mendengar (Sami'an) semua perkataan mereka, baik yang diucapkan lantang maupun bisikan di hati. Allah juga Maha Mengetahui (Aliman) segala niat tersembunyi yang mereka sembunyikan di balik klaim keimanan mereka. Tidak ada satu pun pemikiran atau rencana jahat mereka yang terluput dari pengawasan-Nya.
Secara keseluruhan, Surah At-Taubah ayat 98 adalah pelajaran penting tentang pentingnya ketulusan dalam pengabdian dan konsekuensi dari pura-pura beriman hanya demi keuntungan duniawi atau untuk menghindari konflik sosial, tanpa disertai pengorbanan harta dan pengharapan pahala akhirat.
Kajian ini berlandaskan pada pemahaman makna tekstual Surah At-Taubah ayat 98.