Surah At Taubah (atau Bara'ah) adalah surah ke-9 dalam Al-Qur'an, yang memiliki peran penting dalam sejarah Islam, terutama berkaitan dengan masa peperangan dan pemurnian iman. Di antara ayat-ayatnya yang kaya makna, Ayat 97 menyoroti satu aspek krusial dalam kehidupan seorang Muslim: kualitas ibadah dan motivasi di baliknya.
Ayat ini sering kali menjadi pengingat keras bagi mereka yang mungkin menampakkan keimanan di hadapan manusia, namun hati mereka masih tertambat pada kesenangan duniawi atau kurangnya ketulusan dalam pengabdian kepada Allah SWT.
Teks Surah At Taubah Ayat 97
Terjemahan dan Penjelasan Singkat
Terjemahan bebas ayat tersebut adalah: "Orang-orang Badui yang ketinggalan akan berkata kepadamu, 'Harta-harta kami dan keluarga kami telah menyibukkan kami, maka mohonkanlah ampunan bagi kami.' Mereka mengucapkan dengan lisan mereka apa yang tidak ada dalam hati mereka. Katakanlah, 'Maka siapa yang dapat menghalangimu dari (kehendak) Allah sedikit pun, jika Dia hendak membinasakanmu atau Dia hendak memberikan rahmat kepadamu?' Bahkan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Ayat ini menegaskan bahwa mereka tidak memiliki alasan yang benar di sisi Allah)."
Ayat 97 ini berbicara spesifik tentang sekelompok masyarakat Badui (nomaden Arab) yang memilih untuk tidak ikut berperang atau berjihad bersama Rasulullah SAW. Alasan yang mereka berikan sangat umum dan sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari: kesibukan mengurus harta benda dan keluarga.
Pelajaran Penting dari Ayat 97
Inti dari teguran Allah SWT melalui ayat ini adalah membedakan antara klaim lisan dan isi hati. Orang-orang Badui tersebut meminta Rasulullah untuk memohonkan ampunan, menunjukkan seolah-olah mereka menyadari kesalahan, namun motivasi sejati mereka adalah kecintaan berlebih pada dunia (mālu wa ahlūna) yang menempatkan prioritas mereka di bawah perintah Allah.
1. Prioritas Utama dalam Hidup
Ayat ini mengajarkan bahwa prioritas tertinggi seorang Muslim harus selalu tertuju pada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, melebihi harta dan keluarga. Harta dan keluarga adalah titipan dan sarana, bukan tujuan akhir. Jika ketaatan menuntut pengorbanan terhadap keduanya, maka seorang mukmin sejati akan memilih jalan ketaatan.
2. Ilusi Perlindungan Diri
Permintaan mereka untuk diampuni setelah menunda ketaatan menunjukkan pemahaman yang dangkal tentang kekuasaan Ilahi. Jawaban Allah, "Katakanlah, 'Maka siapa yang dapat menghalangimu dari (kehendak) Allah sedikit pun?'" adalah penekanan bahwa tidak ada satu pun entitas di dunia ini—baik harta, keluarga, atau posisi—yang mampu melindungi seseorang dari konsekuensi perbuatan mereka jika Allah menghendaki hukuman, atau memberikan rahmat jika Allah menghendaki kemurahan.
3. Keikhlasan adalah Kunci Penerimaan Amal
Meskipun ayat ini berbicara dalam konteks peperangan, maknanya meluas pada semua bentuk ibadah. Ketika seseorang melakukan ibadah hanya karena ingin terlihat saleh di mata manusia (riya' atau mencari sanjungan), sementara hatinya disibukkan oleh urusan duniawi yang melalaikan kewajiban utama, maka amal tersebut dianggap tidak memiliki bobot di sisi Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati, jauh lebih dalam daripada apa yang terlihat oleh mata manusia.
4. Bahaya "Tidak Paham" (Lā Yafqahūn)
Bagian akhir ayat menyebutkan bahwa mereka pada hakikatnya "tidak memahami" kecuali perkara yang nampak nyata dan sementara (khārifā). Mereka tidak memahami konsekuensi jangka panjang dari pilihan mereka, yaitu kerugian di akhirat demi keuntungan duniawi yang sesaat. Memahami hukum Allah dan implikasi akhirat memerlukan perenungan mendalam dan pembersihan hati dari keterikatan dunia.
Oleh karena itu, Surah At Taubah Ayat 97 menjadi cermin bagi kita semua. Apakah kesibukan kita hari ini benar-benar menghalangi kita dari menjalankan perintah Allah, ataukah itu hanyalah alasan yang menutup-nutupi kelemahan prioritas dan kurangnya ketulusan dalam beramal?