Memahami Surah At-Taubah Ayat 4: Janji dan Ketentuan Bagi Kaum Muslimin

Ilustrasi Simbol Perjanjian dan Kesetiaan Gambar abstrak berupa dua garis tangan yang bertemu di tengah membentuk ikatan janji di atas dasar yang stabil.

Surah At-Taubah, atau Surah Bara'ah, adalah surah yang memiliki posisi unik dalam mushaf Al-Qur'an karena turun di akhir periode kenabian, membahas banyak aspek tentang hubungan umat Islam dengan kaum musyrikin, terutama setelah Perjanjian Hudaibiyah yang dilanggar.

Ayat keempat dari surah ini secara spesifik membahas tentang perjanjian yang telah diadakan antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin (yang melanggar perjanjian) dan bagaimana ketentuan Allah harus dipenuhi. Ayat ini sangat penting dalam konteks hukum perang dan hubungan internasional dalam Islam.

Teks dan Terjemahan Surah At-Taubah Ayat 4

Berikut adalah bunyi asli ayat tersebut beserta terjemahannya:

إِلَّا ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُضُوا۟ لَكُمْ شَيْـًٔا وَلَمْ يُظَٰهِرُوا۟ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوٓا۟ إِلَيْهِم مَّوْعِدَهُمْ إِلَىٰٓ أَجَلِهِمْ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَّقِينَ
"Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka, kemudian mereka tidak mengkhianati perjanjianmu dan tidak (pula) mendukung seseorang pun untuk (memerangi) kamu, maka penuhilah perjanjian itu sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa."

Penjelasan Mengenai Pengecualian dalam Perjanjian

Ayat ini memberikan sebuah pengecualian mendasar dalam konteks pengumuman pemutusan perjanjian oleh Allah dan Rasul-Nya kepada kaum musyrikin secara umum. Meskipun banyak perjanjian harus diakhiri karena pelanggaran yang berulang dari pihak musyrikin, Allah SWT menetapkan bahwa kaum Muslimin wajib menghormati perjanjian yang masih berlaku bagi kelompok musyrikin tertentu.

Pengecualian ini berpusat pada dua syarat utama: Pertama, mereka tidak boleh mengkhianati perjanjian (lam yanqudhū lakum shay'an). Ini menunjukkan bahwa kesetiaan pada janji adalah prinsip utama yang dihargai, terlepas dari afiliasi agama mereka.

Kedua, mereka tidak boleh membantu atau mendukung pihak lain untuk menyerang kaum Muslimin (wa lam yuẓāhirū 'alaikum aḥadan). Ini adalah klausul keamanan. Jika seorang pihak memegang janjinya dan tidak bersekongkol melawan, maka hubungan mereka harus tetap didasarkan pada kesepakatan awal.

Ketentuan "Fa atimmū ilayhim maw'idahum ilā ajalihim" (maka penuhilah perjanjian itu sampai batas waktunya) menegaskan bahwa komitmen harus dihormati hingga durasi yang telah disepakati berakhir. Ini menunjukkan sifat perjanjian yang mengikat secara waktu, dan selama masa berlaku tersebut, kaum Muslimin terikat untuk menaatinya.

Nilai Ketakwaan dalam Memenuhi Janji

Ayat ini ditutup dengan penegasan ilahiah: "Inna Allāha yuḥibbul-muttaqīn" (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa).

Keterkaitan antara memenuhi perjanjian dengan orang-orang yang bukan Muslim (selama mereka memenuhi syarat) dengan predikat takwa sangat signifikan. Ketakwaan bukan hanya sebatas ritual ibadah pribadi, tetapi juga tercermin dalam akhlak bermuamalah dan menepati janji di tengah situasi politik yang tegang.

Menepati janji, meskipun sulit atau merugikan dalam konteks perang, adalah cerminan dari ketaatan penuh kepada perintah Allah. Seorang yang bertakwa adalah ia yang melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, bahkan ketika akal manusia mungkin menyarankan strategi lain yang lebih pragmatis namun melanggar janji.

Dalam konteks modern, ayat ini memberikan pelajaran etis yang kuat mengenai pentingnya integritas dalam setiap kesepakatan, baik dalam skala personal maupun internasional. Kredibilitas suatu komunitas, termasuk komunitas Muslim, sangat bergantung pada seberapa teguh mereka memegang janji yang telah diikrarkan, selama pihak lain juga memegang teguh komitmen mereka.

Kontekstualisasi Sejarah dan Relevansi Abadi

Periode turunnya Surah At-Taubah adalah masa konsolidasi kekuasaan Islam di Jazirah Arab. Banyak suku yang sebelumnya bersekutu dengan Quraisy atau memiliki perjanjian ambigu dengan Nabi Muhammad SAW. Ayat ini berfungsi sebagai penanda batas akhir bagi mereka yang masih ingin hidup berdampingan secara damai, sementara bagi yang lain, Allah memberikan izin untuk berlepas diri dari perjanjian lama.

Penting untuk dipahami bahwa ayat ini tidak membatalkan semua perjanjian secara otomatis. Ia justru memberikan batasan yang sangat jelas mengenai siapa yang harus dibebaskan dari ikatan janji (yaitu mereka yang melanggar atau membantu musuh) dan siapa yang harus tetap dihormati (yaitu mereka yang menaati perjanjian).

Ayat 4 Surah At-Taubah menegaskan bahwa dalam etika Islam, keadilan dan pemenuhan janji (iṭlāq al-wa'd) adalah fondasi moral yang harus dijaga, bahkan ketika berhadapan dengan musuh. Ini adalah manifestasi nyata dari sifat Rabbani yang diwujudkan dalam perilaku manusia yang bertakwa. Dengan demikian, ayat ini tidak hanya mengatur tata kelola perang pada masa itu, tetapi juga menjadi pedoman moralitas universal tentang pentingnya integritas dalam sebuah ikatan.