Pelajaran tentang Berkah Istiqomah dan Bahaya Kemunafikan
Surah At-Taubah ayat 110 adalah penutup dari serangkaian ayat yang membahas tentang orang-orang munafik dan bahaya membangun masjid untuk kemudaratan atau perpecahan (Masjid Diraar, yang dibahas di ayat sebelumnya, 107). Ayat ini berfungsi sebagai penegasan fundamental mengenai keesaan Allah (Tauhid) dengan cara menyoroti kelemahan total dari segala bentuk "pelindung" atau tuhan-tuhan selain Allah yang disembah oleh kaum musyrik atau yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang ragu.
Inti dari ayat ini adalah perbandingan tajam antara Allah Yang Maha Kuasa dengan segala sesuatu yang disembah selain-Nya. Allah SWT menegaskan bahwa sesembahan-sesembahan selain Dia, yang diambil sebagai wali (pelindung atau penolong), sejatinya tidak memiliki kekuatan sedikit pun. Kalimat kunci dalam ayat ini adalah penegasan bahwa objek sesembahan itu sendiri ‘diciptakan’ (وهم يخلقون), artinya mereka bukan pencipta, melainkan ciptaan. Keterbatasan mereka ini sangat jelas jika dibandingkan dengan Allah yang Maha Pencipta.
Ayat ini merinci empat aspek utama ketidakmampuan objek sesembahan selain Allah:
Bagi seorang Muslim, Surah At-Taubah ayat 110 menjadi pengingat kuat mengenai prioritas dalam bertawakal. Ketika ayat ini diletakkan setelah pembahasan tentang orang-orang yang membuat kemaksiatan atas nama agama (seperti membangun Masjid Diraar), maka maknanya menjadi sebuah ultimatum spiritual: Jangan pernah mencari perlindungan, kekuatan, atau pertolongan pada selain Allah.
Keberanian untuk beristiqomah di jalan Allah, menolak godaan munafik, dan konsisten dalam kebaikan (seperti yang digambarkan dalam ayat-ayat sebelumnya yang memerintahkan Nabi untuk menghancurkan Masjid Diraar) hanya bisa dilakukan jika keyakinan pada Tauhid ini kokoh. Jika hati masih bergantung pada 'wali' lain—kekayaan, jabatan, kekuatan fisik, atau bahkan harapan palsu pada makhluk—maka fondasi keimanan akan rapuh menghadapi ujian. Ayat 110 mengokohkan bahwa satu-satunya Pelindung yang layak disandarkan adalah Dia yang memiliki kekuasaan absolut atas segala sesuatu yang ada, yang mati, dan yang akan dibangkitkan. Ini adalah penegasan akhir bahwa iman sejati harus bebas dari segala bentuk syirik, sekecil apapun bentuknya.