Surah At-Taubah, ayat ke-122, merupakan ayat yang sangat penting dalam Islam karena menekankan prinsip keseimbangan antara kewajiban berjihad (dalam konteks historisnya saat itu) dan kewajiban menuntut ilmu agama. Ayat ini turun ketika umat Islam dihadapkan pada panggilan jihad yang kolektif. Namun, Allah SWT memberikan arahan yang bijaksana: tidak semua orang harus berangkat perang. Sebagian kecil harus tetap tinggal di Madinah untuk fokus pada pemahaman yang mendalam (tafaqquh fid-din) terhadap ajaran Islam.
Poin sentral dari ayat ini adalah bahwa penyiapan kader keilmuan adalah sama vitalnya dengan penyiapan kekuatan militer. Jika semua orang pergi, siapa yang akan menjaga pemahaman agama di tengah masyarakat? Siapa yang akan menjadi perisai intelektual dan spiritual bagi kaum yang ditinggalkan? Ayat ini mengajarkan bahwa keberlanjutan dan kedalaman ajaran agama memerlukan fokus yang spesifik dari sekelompok individu terpilih.
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "liyatafaqqahu fiddin", yang berarti agar mereka mendalami ilmu agama. Kata tafaqquh tidak sekadar berarti mendengar atau menghafal, melainkan sebuah proses pemahaman yang komprehensif, sistematis, dan mendalam terhadap syariat, akidah, dan akhlak. Ini menunjukkan bahwa agama membutuhkan ahli, orang yang mengerti akar dan cabang-cabangnya.
Fungsi utama mereka yang mendalami ilmu ini adalah untuk "liyunziru qawmahum", yaitu memberi peringatan kepada kaum mereka ketika mereka kembali dari medan jihad. Peringatan ini bukan hanya tentang ancaman api neraka, tetapi juga tentang bagaimana mengamalkan Islam secara benar dalam kehidupan sehari-hari, menjaga keimanan mereka agar tidak tercemar oleh keraguan atau praktik yang menyimpang setelah lama berjauhan dari pusat dakwah.
Meskipun konteks historisnya terkait dengan perang, prinsip ayat ini tetap berlaku universal hingga kini. Dalam kehidupan modern, panggilan tugas bisa berupa kesibukan pekerjaan, urusan duniawi, atau bahkan media sosial. Ayat ini mengingatkan bahwa di tengah kesibukan mengejar kesuksesan duniawi, harus selalu ada porsi umat yang berdedikasi untuk menggali, memahami, dan mengajarkan Islam secara otentik.
Ayat 122 Surah At-Taubah adalah fondasi bagi lahirnya institusi pendidikan Islam, pesantren, dan kajian keilmuan. Ia menegaskan bahwa iman tanpa ilmu adalah buta, dan aktivitas dakwah tanpa landasan ilmu yang kuat akan mudah tersesat. Oleh karena itu, menghormati dan mendukung mereka yang memilih jalan menuntut ilmu, sebagaimana menghargai mereka yang berjuang di garis depan lainnya, adalah bagian dari upaya umat Islam untuk menjaga keberlangsungan ajaran yang lurus. Kesadaran kolektif untuk menjaga agar selalu ada "perwakilan" yang fokus pada ilmu adalah kunci agar umat selalu waspada dan berada di jalan yang diridai Allah.