Surah At Taubah (atau Bara'ah) adalah surah Madaniyah yang diturunkan pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah ﷺ, terutama setelah Perang Tabuk. Surah ini membahas secara rinci mengenai pemutusan perjanjian dengan kaum musyrikin, penegasan keimanan, serta peringatan keras terhadap kemunafikan.
QS At Taubah ayat 67 menjadi salah satu ayat kunci dalam memahami karakter dan bahaya yang ditimbulkan oleh orang-orang munafik. Ayat ini secara lugas menggambarkan bagaimana kaum munafik di Madinah berusaha menyamarkan permusuhan mereka terhadap Islam di balik klaim persaudaraan.
ٱلْمُنَٰفِقُونَ وَٱلْمُنَٰفِقَٰتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍۢ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ ۚ نَسُواْ ٱللَّهَ فَنَسِيَهُمْ ۚ إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah bagian dari sebagian yang lain; mereka menyuruh mengerjakan kemungkaran dan melarang dari yang ma'ruf dan mereka menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (meninggalkan mereka). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik." (QS. At-Taubah: 67)
Ayat ini menyajikan empat deskripsi fundamental mengenai sifat dan karakter orang munafik, yang kesemuanya mengarah pada label terakhir mereka sebagai orang fasik (keluar dari ketaatan).
Allah menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan munafik memiliki esensi dan pola pikir yang sama. Mereka adalah satu kelompok yang homogen dalam hal kelemahan iman dan niat buruk. Tidak ada perbedaan signifikan dalam prinsip kemunafikan mereka, meskipun wujud luar mereka mungkin berbeda. Ini menunjukkan bahwa kemunafikan adalah sebuah penyakit jiwa kolektif.
Ciri utama mereka adalah: "mereka menyuruh mengerjakan kemungkaran (al-munkar) dan melarang dari yang ma'ruf." Tugas mereka adalah membalikkan nilai-nilai Islam. Mereka mendorong perbuatan dosa, penyimpangan, dan kekejian, sekaligus berusaha keras menghalangi umat Islam melakukan kebaikan, ketaatan, dan kebajikan. Ini adalah strategi subversif untuk merusak masyarakat dari dalam.
Frasa "menggenggam tangannya" adalah metafora untuk sifat kikir dan bakhil. Mereka sangat pelit dalam mengeluarkan harta, terutama untuk berjihad atau bersedekah di jalan Allah. Rasa takut mereka akan kehilangan harta duniawi jauh lebih besar daripada harapan mereka akan pahala ukhrawi. Kikir ini seringkali terkait dengan ketidakjujuran mereka dalam beriman.
Puncak dari penghukuman mereka terletak pada kalimat: "Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka." Lupa yang dimaksud di sini bukan sekadar kelalaian biasa, melainkan meninggalkan ketaatan, perintah, dan mengingat Allah dalam hati mereka. Sebagai balasan ilahiah, Allah membiarkan mereka terperosok dalam kesesatan mereka sendiri, tidak lagi memberikan bimbingan dan rahmat-Nya. Lupa dari Allah berarti dilupakan oleh pertolongan dan rahmat-Nya.
Ayat diakhiri dengan penegasan bahwa mereka adalah "al-fasiqoon" (orang-orang yang fasik). Fasik secara harfiah berarti keluar. Mereka telah keluar dari lingkaran orang-orang beriman yang taat kepada Allah. Berbeda dengan orang kafir yang secara terbuka menolak kebenaran, orang munafik keluar dari ketaatan secara tersembunyi sambil berpura-pura berada di dalamnya.
Bahaya kemunafikan terletak pada kedekatan mereka dengan lingkaran Muslimin. Mereka dapat menyusup dan menyebarkan keraguan serta menghambat kemajuan dakwah. Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap QS At Taubah ayat 67 sangat penting agar umat Islam waspada terhadap pola pikir yang membelah dari dalam, yang mengutamakan kepentingan duniawi di atas nilai-nilai kebenaran Ilahi.