Peringatan Keras dalam QS. At-Taubah Ayat 34

Harta & Dunia Jauhi Kesombongan Emas Perak Peringatan Kekayaan Ilustrasi Peringatan Tentang Kekayaan Dunia

Al-Qur'an adalah sumber petunjuk utama bagi umat Islam, dan di dalamnya terkandung berbagai peringatan penting mengenai perilaku dan prioritas hidup. Salah satu ayat yang sangat lugas dalam menyampaikan pesan ini adalah QS. At-Taubah ayat 34. Ayat ini memberikan teguran keras bagi mereka yang menumpuk kekayaan duniawi tanpa memperhatikan kewajiban spiritual dan sosialnya.

Teks dan Terjemahan

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira (dengan) azab yang pedih." (QS. At-Taubah [9]: 34)

Makna Mendalam dari Peringatan Kekayaan

Ayat ini, QS. At-Taubah ayat 34, secara eksplisit menyoroti bahaya mencintai dunia melebihi cinta kepada Allah SWT dan akhirat. Kata "yaknizun" (يَكْنِزُونَ) dalam bahasa Arab memiliki makna mengumpulkan, menimbun, atau menyimpan harta benda (dalam konteks ini adalah emas dan perak) tanpa mengeluarkannya untuk tujuan yang diridhai Allah.

Peringatan ini bukan sekadar larangan menimbun, tetapi lebih mendalam lagi, yaitu peringatan terhadap sikap materialisme yang berlebihan dan kikir. Allah SWT telah menetapkan bahwa harta yang dimiliki manusia sejatinya adalah titipan yang harus dikelola dengan baik dan didistribusikan sesuai tuntunan-Nya. Ketika seseorang menimbun kekayaan hanya demi kepentingan diri sendiri, mengabaikan hak fakir miskin, jihad fi sabilillah, atau kebutuhan umat lainnya, maka kekayaan tersebut berubah menjadi sumber malapetaka di akhirat.

Konsekuensi Bagi Penimbun Harta

Ancaman yang disematkan pada ayat ini sangat tegas: "Fabashshirhum bi'adzabin aliim" (فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ) — "Maka berilah mereka kabar gembira dengan azab yang pedih." Penggunaan kata "kabar gembira" di sini bersifat sarkastis dan ironis. Ini menunjukkan betapa seriusnya pelanggaran tersebut di mata Allah, bahkan ancamannya disampaikan dengan gaya bahasa yang mengejutkan.

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa azab pedih ini akan menimpa harta yang ditimbun tersebut pada hari kiamat. Sebagaimana dijelaskan dalam kelanjutan ayat tersebut (ayat 35), emas dan perak yang mereka simpan akan dipanaskan di neraka jahannam, lalu digunakan untuk menyetrika dahi, lambung, dan punggung mereka. Ini adalah metafora yang sangat kuat mengenai pertanggungjawaban atas setiap dinar dan dirham yang tidak dibelanjakan sesuai syariat.

Bukan Larangan Mengumpulkan Harta

Penting untuk dicatat bahwa QS. At-Taubah ayat 34 tidak mengharamkan kepemilikan harta atau kekayaan secara mutlak. Islam justru mendorong umatnya untuk menjadi kaya, asalkan kekayaan itu didapatkan dengan cara yang halal dan dikelola dengan prinsip kedermawanan. Rasulullah SAW bersabda bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh orang yang bertakwa, yang bisa ia gunakan untuk menafkahi dirinya, keluarganya, dan menyumbangkannya di jalan Allah.

Ayat ini secara spesifik mengkritik penimbunan yang disertai dengan kikir dan mengabaikan hak orang lain. Kekayaan seharusnya menjadi sarana untuk mencapai keridhaan Allah, bukan menjadi tujuan akhir yang mengikat pemiliknya dari ketaatan. Kehidupan seorang Muslim harus seimbang antara upaya mencari rezeki yang halal dan kewajiban menunaikan hak harta tersebut, baik zakat, infak, maupun sedekah.

Oleh karena itu, ayat ini menjadi pengingat abadi bagi seluruh umat Islam: harta dunia adalah alat, bukan tuannya. Sikap yang benar terhadap harta adalah menggunakannya sebagai jembatan menuju kebahagiaan akhirat, bukan sebagai benteng yang memisahkan kita dari kewajiban sosial dan spiritual.