Dalam lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk tentang jalan mana yang mengantar kepada keridhaan-Nya. Salah satu ayat yang sangat sarat makna mengenai kompetisi spiritual adalah Surah At-Taubah ayat 100. Ayat ini secara spesifik memberikan pujian tertinggi kepada generasi awal umat Islam yang telah berjuang keras dan mengutamakan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
"Dan orang-orang yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At-Taubah: 100)
Ayat 100 dari Surah At-Taubah ini adalah sebuah pemuliaan ilahiah. Allah SWT secara eksplisit menyebut tiga kelompok utama yang menjadi pionir dalam perjuangan menegakkan ajaran Islam.
Hasil dari pengorbanan dan keikhlasan kelompok-kelompok tersebut adalah balasan yang tak terhingga: "Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.". Pernyataan ini memiliki makna mendalam. Ridha Allah adalah puncak dari segala pencapaian seorang hamba. Jika Allah telah ridha, maka segala bentuk kekurangan di dunia akan terampuni, dan jaminan kebahagiaan abadi telah terbuka.
Sementara itu, keridhaan mereka kepada Allah menunjukkan bahwa apa pun yang telah Allah tetapkan—baik itu berupa ujian berat, kemiskinan setelah kaya, atau kesulitan fisik—mereka menerimanya dengan lapang dada karena mereka tahu bahwa di sisi Allah terdapat kebaikan yang jauh lebih besar. Ini adalah kondisi spiritual tertinggi, di mana hubungan hamba dengan Pencipta telah mencapai titik harmoni sempurna.
Ayat ini menegaskan bahwa kunci untuk meraih keridhaan tersebut adalah dengan mengadopsi semangat mendahului (as-sabiqoon) dalam setiap kebajikan. Islam tidak hanya menuntut pelaksanaan ritual, tetapi juga menuntut kecepatan dan kesempurnaan dalam menjalankannya. Bukan hanya beramal, tetapi menjadi yang terdepan dalam beramal.
Ganjaran atas pencapaian keridhaan ini bukanlah ganjaran biasa. Allah menjanjikan "jannatin tajri tahtahal anhar" (surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai), tempat kekekalan abadi. Ayat ini menutup dengan deskripsi: "Itulah kemenangan yang besar."
Kemenangan besar ini bersifat komprehensif. Ia bukan hanya kemenangan materi atau politik di dunia, tetapi kemenangan hakiki atas hawa nafsu, kemenangan menghadapi godaan dunia, dan yang paling utama, kemenangan untuk meraih tempat terbaik di akhirat. Dibandingkan dengan segala kenikmatan duniawi yang bersifat sementara, surga yang dijanjikan kepada mereka yang mengikuti jejak para pendahulu ini adalah keuntungan yang tak tertandingi.
Bagi umat Islam di era modern, QS At-Taubah ayat 100 berfungsi sebagai pengingat bahwa meskipun kita tidak hidup di zaman Nabi dan para Sahabat, pintu untuk meraih predikat "mengikuti mereka dengan baik" selalu terbuka. Kita harus berlomba dalam kebaikan, berkorban untuk agama, dan menunjukkan solidaritas sejati kepada sesama muslim, agar warisan semangat ketulusan dan pengorbanan generasi awal tersebut dapat kita hidupkan kembali dalam kehidupan kontemporer. Kecepatan dalam berbuat baik adalah indikator kedalaman iman seseorang.