Simbol Globalisasi dan Bahasa yang Terancam ?

Ancaman Punah Bahasa Inggris: Mitos atau Realita yang Perlu Diwaspadai?

Dalam percakapan global modern, Bahasa Inggris seringkali dianggap sebagai bahasa universal—bahasa diplomasi, sains, teknologi, dan internet. Logikanya, bagaimana mungkin bahasa yang begitu dominan dan tersebar luas ini bisa terancam punah? Pertanyaan tentang potensi punah bahasa inggris terdengar absurd di telinga banyak orang, namun, jika kita melihat lebih dalam ke dinamika linguistik, istilah "punah" bisa memiliki makna yang berbeda, terutama ketika berhadapan dengan keragaman bahasa di dunia.

Membedah Konsep "Kepunahan Bahasa"

Ketika para ahli bahasa (linguist) berbicara mengenai kepunahan bahasa, mereka jarang merujuk pada hilangnya bahasa yang memiliki ratusan juta penutur asli dan miliaran penutur kedua, seperti Bahasa Inggris. Kepunahan bahasa umumnya terjadi pada bahasa minoritas yang hanya memiliki beberapa ribu penutur, di mana generasi muda berhenti mewariskan bahasa tersebut kepada anak-anak mereka. Namun, ancaman yang dihadapi Bahasa Inggris bukanlah kepunahan total, melainkan erosi atau perubahan fundamental akibat globalisasi.

Fenomena ini lebih tepat disebut sebagai "degradasi fungsi" atau "homogenisasi linguistik". Bahasa Inggris, dalam perjalanannya menjadi lingua franca, menyerap begitu banyak kosakata dan memunculkan dialek baru (seperti Singlish di Singapura atau Hinglish di India). Struktur dan nuansa Bahasa Inggris asli (seperti yang digunakan di Inggris Raya atau Amerika Serikat) mulai tergerus oleh kebutuhan komunikasi global yang lebih pragmatis dan cepat.

Dominasi Global vs. Kehilangan Akar

Dominasi global Bahasa Inggris adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ini memastikan kelangsungan hidupnya secara kuantitatif. Tidak ada bahasa lain yang menandingi jumlah penutur total Bahasa Inggris saat ini. Namun, di sisi lain, dorongan untuk menguasai Bahasa Inggris dalam konteks bisnis dan pendidikan internasional menyebabkan banyak komunitas menekan bahasa ibu mereka sendiri. Dalam konteks ini, Bahasa Inggris menjadi 'penyebab tidak langsung' dari kepunahan bahasa lain, bukan terancam punah itu sendiri.

Jika kita membayangkan skenario ekstrem di mana sebuah peristiwa katastrofik global melenyapkan penutur Bahasa Inggris (suatu skenario fiksi ilmiah), tentu bahasa itu akan punah. Tetapi dalam konteks sosiolinguistik saat ini, Bahasa Inggris memiliki cadangan penutur yang sangat kuat di hampir setiap negara. Yang terancam adalah variasi lokalnya.

Evolusi Menuju 'Global English'

Apa yang mungkin kita saksikan bukanlah Bahasa Inggris yang menghilang, melainkan transformasinya menjadi sesuatu yang baru. Bahasa Inggris yang kita lihat di internet seringkali merupakan versi yang disederhanakan, penuh dengan akronim, dan bergantung pada konteks visual. Ini menciptakan apa yang disebut "Global English" atau "World Englishes".

Para ahli khawatir bahwa ketika Bahasa Inggris terus berevolusi secara terfragmentasi di berbagai wilayah, versi "standar" yang diajarkan secara formal mungkin menjadi kurang relevan dibandingkan versi yang digunakan sehari-hari di pasar global. Apakah ini membuat Bahasa Inggris asli punah? Tidak secara harfiah, tetapi itu menandakan bahwa identitas linguistik intinya sedang mengalami pergeseran masif yang mungkin tidak dapat dibalikkan. Bahasa yang digunakan oleh para ilmuwan di Tokyo mungkin sangat berbeda dengan Bahasa Inggris yang diucapkan oleh seorang profesional pemasaran di London.

Bahasa Lain Sebagai Penjaga Keanekaragaman

Fokus pada potensi punah bahasa inggris seringkali mengalihkan perhatian dari krisis kepunahan bahasa yang sesungguhnya sedang terjadi. Diperkirakan bahwa sekitar 50% dari 7.000 bahasa dunia akan hilang pada akhir abad ini. Setiap kali sebuah bahasa minoritas hilang, hilang pula cara unik untuk memahami dunia, pengetahuan tradisional, dan warisan budaya yang tak tergantikan.

Meskipun Bahasa Inggris memiliki masa depan yang cerah karena fungsinya sebagai jembatan komunikasi, penting untuk mengakui bahwa keragaman linguistik adalah kekayaan umat manusia. Kekuatan Bahasa Inggris seharusnya tidak menekan vitalitas bahasa-bahasa lokal di seluruh dunia. Sebaliknya, Bahasa Inggris harus berfungsi sebagai alat untuk memfasilitasi dialog antar budaya, sambil tetap menghormati dan melestarikan keunikan setiap bahasa yang ada.

Kesimpulannya, gagasan Bahasa Inggris akan mengalami kepunahan total dalam waktu dekat adalah mitos belaka. Namun, kekhawatiran tentang bagaimana bentuk dan integritasnya akan bertahan di tengah globalisasi—atau bagaimana dominasinya mempengaruhi bahasa lain—adalah realitas yang patut kita telaah lebih lanjut dalam studi linguistik masa depan.