Pertalite adalah salah satu jenis bahan bakar minyak (BBM) yang cukup populer di Indonesia, sering digunakan untuk kendaraan bermotor roda dua dan roda empat dengan kompresi mesin standar. Pertanyaan mendasar yang sering muncul di benak konsumen adalah: Pertalite terbuat dari apa? Jawabannya terletak pada proses pengolahan minyak mentah.
Asal Usul: Minyak Mentah sebagai Bahan Dasar
Secara fundamental, semua bahan bakar berbasis hidrokarbon cair seperti Pertalite, Premium, hingga Pertamax, memiliki titik awal yang sama, yaitu minyak mentah (crude oil). Minyak mentah adalah campuran kompleks dari ribuan senyawa hidrokarbon yang diekstraksi dari perut bumi.
Proses utama untuk memisahkan minyak mentah menjadi berbagai produk yang berguna, termasuk bensin (yang merupakan basis Pertalite), adalah melalui proses yang disebut distilasi fraksional di kilang minyak (refinery). Dalam proses ini, minyak mentah dipanaskan hingga menghasilkan uap, kemudian uap tersebut didinginkan secara bertahap pada suhu yang berbeda-beda. Setiap fraksi (kelompok senyawa dengan titik didih serupa) akan terkondensasi pada tingkatan yang berbeda.
Komposisi Utama Pertalite
Pertalite diklasifikasikan sebagai bensin dengan angka oktan yang relatif rendah dibandingkan dengan produk yang lebih tinggi oktannya. Secara teknis, Pertalite terbuat dari fraksi hidrokarbon yang spesifik dari hasil penyulingan minyak mentah. Kandungan utama Pertalite adalah campuran hidrokarbon ringan (seperti oktana, heptana, dan isomer lainnya) yang telah diolah untuk mencapai spesifikasi tertentu.
Ketika Anda bertanya Pertalite terbuat dari apa, kita merujuk pada dua komponen utama yang harus dipenuhi berdasarkan standar nasional:
- Komponen Hidrokarbon Dasar: Ini adalah hasil distilasi yang sudah melalui proses reforming atau cracking untuk meningkatkan kandungan oktan.
- Zat Aditif (Additive): Bahan bakar modern tidak hanya terdiri dari hidrokarbon murni. Untuk meningkatkan performa, stabilitas, serta mengurangi emisi, ditambahkan berbagai zat aditif.
Spesifikasi Kunci: Angka Oktan (RON)
Salah satu indikator penting yang menentukan kualitas campuran Pertalite terbuat dari apa adalah Angka Oktan, atau Research Octane Number (RON). Pertalite memiliki RON minimal 88. Angka ini menunjukkan ketahanan bahan bakar terhadap pra-pembakaran atau ketukan (knocking) pada mesin.
Untuk mencapai RON 88, produsen harus memastikan campuran hidrokarbon yang digunakan memiliki rasio isomer dan sikloalkana yang tepat. Jika campuran fraksi mentahnya memiliki RON terlalu rendah, maka perlu dilakukan proses pemurnian atau penambahan senyawa tertentu (seperti MTBE pada masa lalu, meskipun saat ini fokus lebih ke peningkatan proses pemurnian) untuk menaikkan angkanya hingga memenuhi standar.
Perbedaan Pertalite dengan Bahan Bakar Lain
Memahami apa Pertalite terbuat dari akan lebih jelas jika dibandingkan dengan produk lain:
- Premium (RON 88): Secara komposisi dasar, Pertalite lebih maju dari Premium (yang kini sudah banyak digantikan). Keduanya berada di tingkat oktan terendah, namun Pertalite seringkali memiliki spesifikasi lingkungan yang sedikit lebih baik atau komposisi yang lebih terkontrol.
- Pertalite vs Pertamax (RON 90+): Pertamax dan produk di atasnya memiliki kadar hidrokarbon rantai yang lebih pendek dan lebih banyak senyawa aromatik atau komponen yang secara alami memiliki oktan lebih tinggi. Proses pemurnian untuk Pertamax jauh lebih intensif dibandingkan Pertalite, menghasilkan pembakaran yang lebih bersih dan efisien pada mesin berteknologi lebih tinggi.
Kandungan Sulfur dan Dampak Lingkungan
Selain hidrokarbon, kandungan pengotor seperti sulfur juga menjadi bagian penting dari komposisi bahan bakar. Dalam upaya memenuhi standar emisi yang lebih ketat, BBM yang dijual harus memiliki kadar sulfur yang rendah. Proses pemurnian yang digunakan untuk memproduksi Pertalite berupaya keras menghilangkan senyawa sulfur agar tidak menghasilkan gas SOx (Sulfur Oksida) berlebihan saat dibakar.
Singkatnya, Pertalite terbuat dari fraksi minyak mentah yang telah melalui distilasi dan proses kimia tertentu di kilang, kemudian dicampur dengan zat aditif agar memenuhi spesifikasi kinerja dan lingkungan dengan RON minimal 88. Ini menjadikannya pilihan yang dirancang spesifik untuk mayoritas kendaraan konvensional di Indonesia yang tidak memerlukan oktan terlalu tinggi.