Ilustrasi sederhana ayam kampung di lingkungan alami.
Ayam kampung, dengan segala keunggulannya yang telah dikenal luas, seringkali menjadi pilihan utama konsumen maupun peternak. Dagingnya yang lebih padat, beraroma khas, serta dipercaya lebih sehat menjadi daya tarik utama. Namun, di balik pesona tersebut, terdapat sejumlah kekurangan ayam kampung yang mungkin jarang disadari. Memahami aspek ini penting agar kita memiliki gambaran yang lebih utuh dalam membandingkannya dengan jenis ayam lain, baik dari sisi budidaya maupun konsumsi.
Salah satu kekurangan ayam kampung yang paling kentara adalah pada aspek pertumbuhannya yang cenderung lambat. Berbeda dengan ayam broiler yang dirancang untuk tumbuh pesat dalam waktu singkat, ayam kampung memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai bobot panen yang optimal. Rata-rata, ayam kampung membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan (atau bahkan lebih) untuk siap dipanen, sementara ayam broiler bisa dipanen dalam waktu 1-1,5 bulan. Kelambatan ini secara langsung berdampak pada perputaran modal peternak, yang menjadi lebih lambat pula.
Selain pertumbuhan yang lambat, kekurangan ayam kampung lainnya adalah tingkat produktivitas telurnya yang relatif lebih rendah dibandingkan ayam petelur komersial. Meskipun ayam kampung betina dapat bertelur secara musiman, frekuensi dan jumlah telur yang dihasilkan per siklus cenderung tidak sebanyak ayam petelur unggul. Hal ini membuat ayam kampung kurang ideal jika tujuan utama budidaya adalah untuk memenuhi pasokan telur konsumsi dalam skala besar.
Dari sisi reproduksi, kekurangan ayam kampung juga terlihat pada efisiensi perkawinan dan penetasan alami. Ayam kampung cenderung memiliki naluri mengeram yang kuat, namun terkadang proses penetasan telur secara alami masih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perlindungan predator. Tingkat keberhasilan penetasan bisa bervariasi dan seringkali lebih rendah dibandingkan dengan fasilitas penetasan buatan (hatchery) yang terkontrol.
Dalam hal kebutuhan nutrisi, ayam kampung seringkali membutuhkan pakan yang lebih bervariasi untuk tumbuh optimal. Meskipun mereka bisa mencari makan sendiri di alam (seperti serangga, biji-bijian, dan tumbuhan hijau), untuk mencapai pertumbuhan yang diinginkan dalam budidaya, mereka tetap memerlukan pakan tambahan yang seimbang. Hal ini bisa menambah biaya operasional bagi peternak jika tidak dikelola dengan baik. Ketersediaan dan kualitas pakan menjadi faktor krusial yang seringkali menjadi tantangan tersendiri.
Kekurangan ayam kampung selanjutnya berkaitan dengan kerentanan terhadap penyakit. Meskipun seringkali dianggap lebih kuat dan tahan banting karena beradaptasi dengan lingkungan alami, ayam kampung tetap rentan terhadap serangan penyakit, terutama jika dibudidayakan dalam kepadatan tinggi atau dalam kondisi kandang yang kurang bersih. Penyakit seperti flu burung, ND (Newcastle Disease), atau penyakit pernapasan lainnya dapat menjadi ancaman serius yang memerlukan penanganan dan pencegahan yang tepat.
Biaya pemeliharaan juga bisa menjadi pertimbangan. Meskipun pakan utama seringkali bisa berasal dari alam, untuk budidaya intensif, kebutuhan akan kandang yang memadai, vaksinasi, dan obat-obatan tetap ada. Dibandingkan dengan ayam broiler yang masa panennya singkat, periode pemeliharaan ayam kampung yang lebih lama berarti biaya operasional yang harus dikeluarkan peternak juga lebih panjang.
Terakhir, kekurangan ayam kampung yang perlu dicermati adalah fluktuasi harga pasar yang kadang bisa cukup tinggi. Meskipun permintaan cenderung stabil, ketersediaan pasokan yang masih bergantung pada musim dan siklus panen dapat menyebabkan harga jual menjadi tidak stabil. Peternak terkadang harus menghadapi momen ketika harga rendah karena pasokan melimpah, atau sebaliknya, ketika harga tinggi karena pasokan langka.
Mengetahui kekurangan ayam kampung bukan berarti mengurangi nilai positifnya. Sebaliknya, ini adalah upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan seimbang. Dengan mengenali kelemahannya, peternak dapat merencanakan strategi budidaya yang lebih efektif, dan konsumen dapat membuat pilihan yang lebih terinformasi sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka.