Pertalite, bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan angka oktan (RON) 90, telah menjadi pilihan utama bagi mayoritas pengendara di Indonesia karena harganya yang terjangkau. Namun, di balik keunggulan harga, terdapat sejumlah kekurangan signifikan yang perlu dipertimbangkan, terutama bagi mereka yang peduli terhadap performa mesin dan lingkungan.
1. Angka Oktan (RON) yang Relatif Rendah
Kekurangan utama Pertalite terletak pada angka oktan 90. Angka oktan mengukur ketahanan bahan bakar terhadap tekanan dan panas sebelum terbakar spontan (ngelitik atau knocking). Mesin modern, khususnya yang memiliki rasio kompresi tinggi (umumnya di atas 10:1), dirancang untuk bekerja optimal dengan oktan minimal 92 (seperti Pertamax).
- Risiko Ngelitik: Pada mesin kompresi tinggi, menggunakan Pertalite dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan memicu suara "ngelitik". Fenomena ini dalam jangka panjang dapat merusak komponen internal mesin, seperti piston dan katup.
- Penurunan Performa: Meskipun mesin mungkin tidak langsung rusak, ECU (Electronic Control Unit) kendaraan akan menyesuaikan waktu pengapian untuk mencegah knocking. Penyesuaian ini sering kali berarti performa mesin menjadi kurang bertenaga dan akselerasi terasa lambat.
2. Kandungan Sulfur yang Lebih Tinggi
Dibandingkan dengan bahan bakar dengan oktan lebih tinggi (seperti Pertamax Turbo), Pertalite memiliki batas toleransi kandungan sulfur yang lebih tinggi. Sulfur dalam bahan bakar merupakan prekursor utama pembentukan asam sulfat saat dibakar.
Dampak dari sulfur tinggi meliputi:
- Korosi Komponen: Asam yang terbentuk dapat menyebabkan korosi pada sistem injeksi bahan bakar, tangki, dan pipa knalpot.
- Emisi Gas Buang: Sulfur berkontribusi besar terhadap emisi gas sulfur dioksida ($SO_2$), yang merupakan polutan udara berbahaya dan berkontribusi pada hujan asam. Bagi kendaraan yang dilengkapi katalis konverter, sulfur juga dapat mempercepat kerusakan komponen tersebut.
3. Dampak pada Efisiensi Bahan Bakar
Meskipun Pertalite murah per liter, penggunaannya pada mesin yang tidak dirancang untuk RON 90 justru bisa membuat pengeluaran total menjadi lebih besar. Ketika mesin bekerja kurang efisien karena knocking atau penyesuaian ECU, konsumsi bahan bakar cenderung meningkat. Alhasil, jarak tempuh per liter (km/L) menjadi lebih rendah dibandingkan jika menggunakan bahan bakar sesuai rekomendasi pabrikan.
4. Ketersediaan dan Kebijakan Subsidi
Salah satu masalah yang sering dihadapi adalah ketidakpastian ketersediaan. Karena sifatnya yang bersubsidi, terkadang terjadi kelangkaan di beberapa wilayah, memaksa pengendara harus mengantri atau mencari alternatif lain. Selain itu, kebijakan pemerintah mengenai kriteria siapa yang berhak menggunakan BBM bersubsidi sering berubah, yang menambah kerumitan bagi konsumen.
Alternatif dan Solusi
Bagi pemilik kendaraan yang mulai menyadari kekurangan Pertalite, transisi ke bahan bakar dengan oktan lebih tinggi seperti Pertamax (RON 92) dapat memberikan manfaat jangka panjang:
- Perawatan Mesin Lebih Baik: Mengurangi risiko endapan karbon dan korosi internal.
- Performa Optimal: Mesin dapat menghasilkan tenaga maksimal sesuai desain.
- Pengurangan Jejak Karbon: Meskipun tidak menghilangkan polusi, bahan bakar RON 92 umumnya memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah.
Kesimpulannya, Pertalite menawarkan kemudahan finansial di awal pembelian, namun pemilik kendaraan perlu menimbang biaya potensial perbaikan jangka panjang, penurunan performa, serta dampak lingkungan yang timbul akibat RON 90.
Pertanyaan Umum Mengenai Pertalite
Apakah mobil injeksi bisa pakai Pertalite?
Secara teknis bisa, namun sangat tergantung pada rasio kompresi mesin. Jika spesifikasi mobil minimal RON 90, aman. Jika minimal RON 92, maka akan berisiko mengalami knocking.
Seberapa cepat Pertalite merusak mesin?
Kerusakan instan jarang terjadi. Kerusakan biasanya bersifat akumulatif, terjadi perlahan melalui peningkatan suhu ruang bakar dan keausan komponen akibat pembakaran yang tidak ideal dalam jangka waktu berbulan-bulan hingga tahunan.