Ilustrasi sederhana hubungan antara untai DNA, proses translasi, dan pembentukan rantai asam amino.
Asam amino adalah blok bangunan fundamental bagi protein. Protein, pada gilirannya, menjalankan hampir semua fungsi vital dalam sel hidup, mulai dari katalisis reaksi enzimatik hingga memberikan struktur pada jaringan. Namun, urutan dan jenis asam amino yang dirangkai sangat spesifik, dan instruksi untuk urutan tersebut tersimpan rapi dalam molekul asam deoksiribonukleat, atau DNA. Hubungan antara DNA dan asam amino adalah inti dari dogma sentral biologi molekuler: DNA membuat RNA, dan RNA membuat protein (yang tersusun dari asam amino).
DNA berfungsi sebagai cetak biru genetika. Struktur heliks gandanya yang ikonik menyimpan informasi dalam urutan empat jenis basa nitrogen: Adenin (A), Guanin (G), Sitosin (C), dan Timin (T). Keunikan dan kekayaan informasi kehidupan muncul dari permutasi urutan basa-basa ini di sepanjang rantai DNA.
Untuk mengubah urutan basa pada DNA menjadi urutan spesifik dari 20 jenis asam amino standar, alam menggunakan sistem yang disebut kode genetik. Proses ini melibatkan beberapa langkah krusial. Pertama, segmen DNA yang mengkode protein tertentu disalin menjadi molekul pembawa pesan sementara yang disebut RNA duta (mRNA) melalui proses transkripsi.
mRNA kemudian meninggalkan nukleus (pada eukariota) menuju ribosom di sitoplasma. Di sinilah proses translasi terjadi. Kode genetik dibaca dalam kelompok tiga basa, yang dikenal sebagai kodon. Setiap kodon pada mRNA secara spesifik mengkode satu jenis asam amino, atau berfungsi sebagai sinyal 'mulai' (Start) atau 'berhenti' (Stop) sintesis protein. Misalnya, kodon AUG biasanya mengkode asam amino Metionin dan menandai titik awal sintesis protein.
Kecanggihan sistem ini terletak pada redundansinya. Meskipun hanya ada 4 basa, kombinasi tiga basa menghasilkan 64 kemungkinan kodon (4x4x4). Karena hanya ada 20 asam amino, sebagian besar asam amino dikodekan oleh lebih dari satu kodon. Fenomena ini disebut degenerasi kode genetik, yang memberikan sedikit toleransi terhadap mutasi kecil tanpa mengubah protein akhir secara drastis.
Setelah urutan asam amino (polipeptida) selesai dirangkai oleh ribosom sesuai instruksi mRNA yang diturunkan dari DNA, rantai tersebut belum tentu fungsional. Asam amino memiliki gugus samping (R) yang berbeda-beda, yang menentukan sifat kimiawi dan fisik asam amino tersebut—apakah hidrofobik, hidrofilik, bermuatan positif, atau bermuatan negatif.
Interaksi antara gugus samping ini menyebabkan rantai polipeptida melipat menjadi struktur tiga dimensi yang unik—struktur sekunder (alfa helix atau beta sheet), struktur tersier, dan bahkan kuarterner. Bentuk tiga dimensi akhir inilah yang menentukan fungsi spesifik protein tersebut, apakah ia akan menjadi enzim yang mempercepat reaksi, antibodi yang melawan infeksi, atau hemoglobin yang membawa oksigen. Tanpa DNA yang menyediakan cetak biru urutan asam amino yang tepat, protein tidak akan pernah terbentuk dengan struktur yang benar, dan kehidupan seperti yang kita kenal akan berhenti.