Pelajaran dari Surah At Taubah Ayat 31

K

Fokus pada Wahyu Ilahi

Memahami Konteks Surah At Taubah Ayat 31

Dalam lanskap ajaran Islam, pemahaman mendalam terhadap Al-Qur'an adalah fondasi utama. Salah satu ayat yang sering menjadi titik pembahasan serius terkait hubungan antara pengikut dan pemimpin spiritual atau otoritas adalah Surah At Taubah ayat 31. Ayat ini terletak dalam Surah At Taubah (Surah Kesembilan), yang secara umum membahas tentang peperangan, perjanjian, dan kejernihan hubungan antara Muslimin dengan kaum musyrikin setelah penaklukan Mekkah.

Ayat ke-31 dari surah ini secara spesifik menyoroti isu mengenai penetapan otoritas dan sumber hukum. Ayat ini merupakan peringatan keras dari Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW mengenai praktik yang terjadi pada masa itu, di mana sebagian kalangan Yahudi dan Nasrani mengangkat rahib-rahib (pendeta) dan biarawan-biarawan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, serta mengambil 'ulama' (orang-orang alim) sebagai tuhan.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ رُهْبَٰنَهُمْ وَرُحَمَآءَهُمْ رُبُوبًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلْمَسِيحَ ٱبْنَ مَرْيَمَ وَمَآ أُمِرُوا۟ لِيَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِلَٰهًا وَٰحِدًا ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Artinya: "Mereka menjadikan orang-orang alim (rahib-rahib) dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Al-Masih putra Maryam sebagai tuhan). Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Ilah Yang Maha Esa. Tidak ada Ilah (Tuhan) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan."

Batasan Mengambil Ulama sebagai Rujukan

Meskipun ayat ini secara tekstual ditujukan kepada Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terkait praktik pengkultusan rahib dan pendeta mereka, para ulama tafsir sepakat bahwa makna ayat ini memiliki implikasi universal bagi umat Islam. Peringatan Surah At Taubah 31 bukanlah larangan total untuk menghormati atau mengikuti nasihat ulama, tetapi larangan mutlak untuk mengangkat mereka sejajar dengan Allah SWT, yaitu dalam hal penetapan syariat atau penghalalan/pengharaman yang bertentangan dengan wahyu.

Inti masalahnya terletak pada 'ittikhadz' (mengambil/menjadikan) mereka sebagai 'rububiyyah' (sesuatu yang disembah atau ditaati secara mutlak). Dalam konteks tauhid, ketaatan mutlak, penetapan hukum, dan sumber segala kebenaran hanya boleh bersumber dari Allah SWT melalui Al-Qur'an dan Sunnah Rasul-Nya. Ketika seorang muslim menganggap perkataan seorang ulama memiliki otoritas setara dengan firman Allah, atau ketika seorang ulama membenarkan praktik yang jelas-jelas diharamkan oleh syariat hanya karena pandangan pribadinya, maka di situlah bahaya yang disiratkan oleh ayat ini mulai muncul.

Peran Ulama yang Sebenarnya dalam Islam

Islam sangat menghargai peran ulama. Mereka adalah pewaris para nabi, orang-orang yang bertugas menjaga, memahami, dan mengajarkan syariat Allah kepada umat. Ketaatan kepada ulama dalam konteks ijtihad dan pemahaman fikih adalah ketaatan yang bersifat instruksional, bukan ketaatan yang bersifat pengabdian (ibadah). Seorang muslim mengikuti fatwa ulama karena yakin bahwa ulama tersebut telah berusaha sekuat tenaga untuk menafsirkan Al-Qur'an dan Sunnah dengan benar.

Namun, prinsip fundamental yang ditegaskan oleh Surah At Taubah ayat 31 adalah bahwa jika terjadi pertentangan antara pendapat seorang ulama (betapapun tingginya kedudukannya) dengan nash (teks) Al-Qur'an atau hadis shahih, maka nash syariat yang harus diikuti. Ulama adalah penafsir, bukan pembuat hukum. Mereka sendiri terikat oleh hukum yang mereka tafsirkan.

Konsekuensi Mengabaikan Prinsip Tauhid

Ayat ini ditutup dengan penegasan tauhid: "Padahal mereka hanya diperintahkan untuk menyembah Ilah Yang Maha Esa. Tidak ada Ilah selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." Hal ini menegaskan bahwa penyimpangan terbesar dalam agama adalah syirik, yaitu menyekutukan Allah. Mengangkat manusia—siapapun mereka, termasuk para pemimpin agama atau cendekiawan—ke posisi yang hanya layak bagi Allah adalah bentuk syirik kecil (yang dapat menyeret pada syirik besar) karena telah memberikan hak prerogatif ilahi kepada makhluk.

Oleh karena itu, pemahaman yang sehat terhadap surah at taubah 31 adalah sebuah filter penting dalam kehidupan beragama. Ia mengajarkan umat untuk selalu mengacu kepada sumber utama (wahyu) dan menggunakan ulama sebagai jembatan pemahaman, bukan sebagai otoritas akhir yang tidak bisa dikoreksi atau ditentang dalam hal penetapan akidah dan hukum syar'i. Dalam era modern, ayat ini juga relevan untuk menghadapi ideologi atau gerakan yang mencoba mendistorsi ajaran agama demi kepentingan politik atau pribadi, dengan dalih mengikuti pemimpin karismatik tertentu. Ketaatan sejati hanya kepada Al-Khaliq.