Di Indonesia, ketika berbicara tentang bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor, warna yang paling umum kita jumpai adalah hijau (untuk Pertalite) atau biru (untuk Pertamax). Namun, pernahkah Anda memperhatikan adanya **bensin kuning** yang dijual, terutama di beberapa SPBU kecil atau di era yang lebih lampau? Fenomena warna kuning pada bensin ini seringkali menimbulkan pertanyaan di benak masyarakat awam. Apakah ini jenis bahan bakar khusus? Apakah kandungan kimianya berbeda? Untuk memahaminya, kita perlu menelusuri sejarah dan komposisi kimia dari bahan bakar ini.
Ilustrasi bahan bakar dengan nuansa warna kuning.
Mengapa Bensin Berwarna Kuning?
Secara kimiawi, bensin murni yang baru diproses dari penyulingan minyak bumi (sebelum ditambahkan zat aditif apa pun) cenderung memiliki warna kuning pucat hingga bening. Warna kekuningan alami ini berasal dari hidrokarbon aromatik tertentu yang ada dalam komposisi minyak mentah. Namun, dalam sistem distribusi modern, produsen sering menambahkan pewarna untuk tujuan identifikasi.
Di banyak negara, termasuk Indonesia dalam konteks tertentu (terutama jika kita merujuk pada bahan bakar yang tidak disubsidi atau yang dijual oleh pengecer non-resmi), warna kuning seringkali diasosiasikan dengan beberapa hal. Salah satu kemungkinan utama adalah bahwa **bensin kuning** yang dimaksud adalah bensin dengan oktan yang lebih rendah, atau bahkan dalam beberapa kasus historis, merujuk pada bahan bakar yang belum sepenuhnya dimurnikan seperti minyak tanah (kerosene) yang seringkali memiliki warna yang lebih kuning pekat, meskipun ini sangat berbeda fungsinya.
Bensin Kuning dan Oktan Rendah
Dalam sejarah pemasaran bahan bakar di Indonesia, warna seringkali menjadi penanda perbedaan kualitas. Bensin yang lebih kuning seringkali diasosiasikan dengan nilai oktan yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin yang lebih bening atau berwarna lain (seperti hijau atau biru). Nilai oktan menunjukkan ketahanan bahan bakar terhadap detonasi (ngelitik) di dalam mesin. Semakin tinggi oktannya, semakin tahan bahan bakar tersebut terhadap pembakaran prematur, yang sangat penting untuk mesin berteknologi tinggi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa warna bukanlah penentu utama kualitas. Produsen resmi bahan bakar modern menggunakan pewarna spesifik untuk membedakan produk mereka (misalnya, Pertamax menggunakan zat warna biru, sementara dulu beberapa produk premium menggunakan warna tertentu). Jika Anda menemukan bensin kuning yang dijual di wadah non-standar, kehati-hatian mutlak diperlukan karena tidak ada jaminan mengenai standar mutunya. Bahan bakar jenis ini mungkin tidak memiliki deterjen atau zat aditif anti-korosi yang wajib ada pada produk resmi.
Risiko Penggunaan Bensin Kuning Tidak Jelas
Risiko terbesar dari menggunakan bahan bakar yang warnanya tidak standar atau tidak memiliki identitas merek yang jelas adalah ketidakpastian komposisi. Mesin kendaraan modern dirancang dengan spesifikasi yang sangat ketat terkait nilai oktan dan kandungan sulfur. Penggunaan bahan bakar yang oktannya terlalu rendah dapat menyebabkan gejala ngelitik, penurunan performa mesin, dan dalam jangka panjang, kerusakan serius pada komponen internal seperti piston dan klep.
Selain itu, bensin yang dijual secara informal dan berwarna kuning pekat terkadang mengandung kontaminan seperti air atau bahkan residu dari proses pengolahan yang kurang bersih. Kontaminan ini dapat menyumbat filter bahan bakar dan injektor, yang pada akhirnya akan memerlukan biaya perbaikan yang mahal. Oleh karena itu, konsumen dianjurkan untuk selalu mengisi bahan bakar di stasiun pengisian bahan bakar resmi yang menjamin kualitas dan transparansi produk mereka, terlepas dari warna yang disajikan.
Perkembangan dan Standarisasi Warna
Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya kesadaran lingkungan serta regulasi pemerintah terkait emisi, industri bahan bakar di Indonesia telah bergerak menuju standarisasi warna yang lebih ketat. Pewarna kini berfungsi lebih sebagai alat branding dan pembeda produk sesuai spesifikasi Research Octane Number (RON) yang ditetapkan. Warna kuning yang dulu lebih umum ditemukan pada penjualan eceran kini semakin jarang terlihat pada jalur distribusi utama. Hal ini menunjukkan upaya industri untuk memastikan bahwa konsumen menerima produk yang sesuai dengan kebutuhan mesin mereka dan standar lingkungan yang berlaku. Memahami konteks warna bensin, meskipun hanya sebatas pengetahuan historis, membantu kita menghargai kompleksitas di balik setiap liter bahan bakar yang kita gunakan.