~Péyüm~ Simbolisme Komunikasi Lokal

Representasi visual dari nuansa Bahasa Peuyeum.

Menguak Keunikan Bahasa Peuyeum dalam Konteks Sunda

Dalam lanskap linguistik Indonesia, khususnya di Jawa Barat, kekayaan budaya sering kali tersemat dalam dialek dan istilah unik. Salah satu fenomena menarik yang sering muncul dalam percakapan sehari-hari, terutama di kalangan tertentu, adalah istilah "bahasa peuyeum". Meskipun bukan sebuah bahasa formal yang berdiri sendiri layaknya Bahasa Sunda atau Bahasa Indonesia, istilah ini merujuk pada gaya bahasa, jargon, atau cara berkomunikasi yang memiliki ciri khas tersendiri, sering kali diasosiasikan dengan makna kiasan, sindiran halus, atau kekerabatan lokal.

Apa Sebenarnya "Peuyeum" dalam Konteks Bahasa?

Secara harfiah, Peuyeum adalah makanan fermentasi tradisional Sunda yang terbuat dari singkong atau ketan. Proses fermentasi inilah yang memberikan makna metaforis pada istilah bahasa. Sama seperti peuyeum yang mengalami perubahan rasa dan tekstur melalui proses alamiah, "bahasa peuyeum" sering diartikan sebagai ucapan yang telah 'dimatangkan', melalui proses perenungan, atau dikemas sedemikian rupa sehingga makna aslinya tidak langsung terlihat oleh orang luar.

Dalam praktiknya, bahasa peuyeum bisa berarti penggunaan kata-kata yang terdengar manis atau biasa di permukaan, namun menyimpan maksud yang lebih dalam, kadang bernada humor sarkastik, atau merupakan kode internal dalam kelompok sosial tertentu. Hal ini menciptakan lapisan komunikasi yang hanya bisa dipahami sepenuhnya oleh mereka yang berada di dalam lingkaran tersebut. Fenomena ini mirip dengan penggunaan kode atau slang dalam kelompok pertemanan yang erat.

Akar Budaya dan Peran dalam Interaksi Sosial

Penggunaan gaya bahasa yang halus atau bersandi ini memiliki akar kuat dalam etika komunikasi masyarakat Sunda, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun (hormat ka kolot) dan menghindari konfrontasi langsung. Daripada mengatakan sesuatu secara terus terang yang berpotensi menyinggung perasaan, orang akan memilih menggunakan "bahasa peuyeum" untuk menyampaikan kritik, penolakan, atau bahkan pujian yang berlebihan.

Contoh yang sering dikaitkan adalah ketika seseorang menolak permintaan dengan mengatakan, "Wah, keur teu lila (Wah, sebentar lagi)," padahal maksudnya adalah tidak bisa melakukannya sama sekali. Penutur yang terbiasa akan mengerti bahwa kata "teu lila" di sini bukanlah merujuk pada durasi waktu singkat, melainkan penolakan yang halus. Bahasa peuyeum berfungsi sebagai pelindung sosial; ia menjaga keharmonisan permukaan sambil tetap memungkinkan penyampaian informasi esensial.

Perbedaan dengan Bahasa Kiasan Lain

Penting untuk membedakan bahasa peuyeum dari majas atau kiasan umum. Bahasa kiasan bersifat universal dalam sastra, namun bahasa peuyeum cenderung lebih kontekstual dan temporal. Ia hidup dan berkembang sesuai tren komunitas, lokasi geografis mikro, dan generasi. Misalnya, jargon yang digunakan oleh anak muda di Bandung untuk menggambarkan sesuatu yang keren mungkin berbeda dengan jargon yang sama maknanya di Tasikmalaya. Ini menunjukkan bahwa bahasa peuyeum adalah sebuah spektrum interpretasi yang dinamis.

Ketika sebuah kata atau frasa telah digunakan secara luas dan maknanya menjadi jelas bagi publik yang lebih besar, ia cenderung kehilangan label "peuyeum" karena sudah menjadi bagian dari bahasa sehari-hari yang transparan. Keindahan bahasa ini terletak pada kesulitannya untuk diterjemahkan secara harfiah, memaksa pendengar untuk aktif mendengarkan nada, intonasi, dan konteks situasi secara keseluruhan.

Dampak Globalisasi Terhadap Bahasa Peuyeum

Di era digital saat ini, di mana komunikasi cenderung menjadi lebih cepat dan langsung (blak-blakan), eksistensi bahasa peuyeum menghadapi tantangan. Generasi muda yang terpapar bahasa global dan media sosial mungkin lebih memilih ekspresi yang lugas. Namun, di lingkungan keluarga atau dalam acara adat, tradisi menggunakan bahasa yang penuh makna tersirat ini masih dipertahankan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur.

Fenomena bahasa peuyeum adalah pengingat bahwa bahasa bukan hanya sekumpulan aturan tata bahasa, tetapi juga cerminan dari cara masyarakat berpikir, berinteraksi, dan menjaga hubungan sosial mereka. Memahami "bahasa peuyeum" berarti memahami salah satu lapisan etiket sosial yang membuat budaya Sunda begitu kaya dan berlapis. Ini adalah warisan lisan yang terus berfermentasi, menghasilkan makna baru seiring berjalannya waktu, persis seperti makanan asalnya.