Simbol keragaman budaya dan bahasa Dayak.
Kalimantan, jantung kepulauan Indonesia, adalah rumah bagi salah satu kelompok etnis terbesar di Asia Tenggara: Orang Dayak. Sering kali disatukan dalam satu istilah umum, kekayaan budaya mereka terwujud paling nyata dalam keragaman bahasa yang mereka gunakan. Bahasa orang Dayak bukanlah satu bahasa tunggal, melainkan sebuah spektrum luas dari rumpun bahasa yang saling terkait, menunjukkan sejarah migrasi dan adaptasi yang panjang di pedalaman hutan tropis.
Secara linguistik, bahasa-bahasa Dayak diklasifikasikan di bawah rumpun bahasa Austronesia, khususnya di bawah sub-kelompok Melanau-Borneo Utara dan Barito. Ini menunjukkan bahwa meskipun berbeda secara dialek dan kosakata, mereka berbagi akar leluhur yang sama dengan bahasa-bahasa di kepulauan Filipina, Malaysia, dan Indonesia Barat. Perkiraan menunjukkan adanya lebih dari 40 hingga 50 bahasa yang berbeda yang dituturkan oleh berbagai sub-suku Dayak, seperti Dayak Ngaju, Dayak Bidayuh, Dayak Kayan, Dayak Ot Danum, dan Dayak Benuaq.
Salah satu tantangan terbesar dalam melestarikan bahasa-bahasa ini adalah variasi yang signifikan antar desa atau antar sungai. Dalam beberapa kasus, dua komunitas yang hanya terpisahkan oleh satu bukit kecil mungkin sudah menggunakan varian bahasa yang sulit dipahami satu sama lain. Bahasa yang paling banyak digunakan dan sering menjadi standar dalam konteks pendidikan non-formal adalah Bahasa Dayak Ngaju, terutama yang berpusat di sekitar Sungai Kapuas dan Kahayan di Kalimantan Tengah.
Struktur tata bahasa bahasa Dayak umumnya memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu Klasik, seringkali menggunakan prefiks dan sufiks untuk menunjukkan fungsi kata. Namun, kekhasan muncul dalam kosakata, terutama yang berkaitan dengan alam dan kehidupan komunal. Kata-kata untuk jenis pohon tertentu, nama ikan di sungai spesifik, atau istilah untuk ritual adat sering kali tidak memiliki padanan langsung dalam Bahasa Indonesia baku.
Sebagai contoh, dalam Bahasa Dayak Ngaju, konsep 'rumah' bisa diekspresikan secara berbeda tergantung konteks ritual atau sosialnya. Sapaan pun sangat menghormati hierarki. Mengucapkan 'terima kasih' atau 'selamat datang' sering kali tidak hanya berupa kata, tetapi juga melibatkan intonasi dan penekanan yang menunjukkan rasa hormat kepada pendengar, mencerminkan nilai sosial yang mengutamakan kesopanan dan harmoni komunal.
Beberapa kata unik yang sering muncul dalam berbagai dialek Dayak berhubungan dengan konsep spiritualitas animisme mereka yang kaya, meskipun banyak yang kini telah beradaptasi dengan kepercayaan baru. Kata-kata yang merujuk pada roh penjaga hutan, energi alam, atau hubungan dengan leluhur memegang peranan penting dalam narasi lisan dan nyanyian tradisional mereka.
Seperti banyak bahasa minoritas di dunia, bahasa orang Dayak menghadapi ancaman kepunahan atau erosi signifikan. Globalisasi dan dominasi media massa berbahasa Indonesia menyebabkan generasi muda cenderung lebih fasih berbahasa nasional daripada bahasa leluhur mereka. Ketika pemuda Dayak bermigrasi ke kota untuk mencari pekerjaan atau pendidikan, frekuensi penggunaan bahasa lokal di rumah dan komunitas adat menurun drastis.
Untuk mengatasi hal ini, berbagai inisiatif lokal dan akademis telah digalakkan. Beberapa sekolah adat mulai memasukkan bahasa daerah sebagai mata pelajaran muatan lokal, mencoba mentransmisikan kekayaan leksikal ini kepada anak-anak sejak dini. Selain itu, seniman dan pegiat budaya Dayak kini aktif memanfaatkan media sosial dan platform digital untuk mendokumentasikan lagu-lagu tradisional, cerita rakyat, dan bahkan membuat kamus digital sederhana. Dokumentasi ini sangat penting karena bahasa lisan yang tidak tertulis rentan hilang bersamaan dengan meninggalnya penutur tua.
Upaya pelestarian ini tidak hanya tentang mempertahankan kata-kata, tetapi juga tentang menjaga cara pandang dunia (worldview) yang terkandung di dalamnya. Bahasa adalah wadah dari pengetahuan ekologi tradisional, etika komunal, dan sejarah tak tertulis sebuah bangsa. Kehilangan satu bahasa Dayak berarti kehilangan cara unik untuk memahami dan berinteraksi dengan hutan Kalimantan.
Bahasa orang Dayak merupakan harta karun linguistik Indonesia. Setiap dialek adalah cerminan dari adaptasi ekologis dan struktur sosial yang unik di wilayah spesifik Kalimantan. Meskipun menghadapi tantangan modernisasi, semangat untuk menjaga tuturan leluhur ini tetap hidup melalui upaya komunitas, pendidik, dan budayawan. Melestarikan bahasa-bahasa ini adalah kunci untuk memahami kedalaman identitas dan sejarah panjang masyarakat Dayak di tanah Borneo.