Kekuatan Tauhid: Tafsir At-Taubah Ayat 116

Keagungan Allah

Ilustrasi Keagungan Pemilik Langit dan Bumi

Dalam khazanah keilmuan Islam, Al-Qur'an adalah sumber utama petunjuk yang memuat ayat-ayat muhkamat (jelas) maupun mutasyabihat (samar). Salah satu ayat yang memberikan peringatan keras sekaligus menegaskan keesaan Allah SWT, yaitu Surat At-Taubah ayat 116. Ayat ini memiliki bobot teologis yang sangat besar, terutama dalam konteks hubungan antara manusia, pencipta, dan segala sesuatu yang ada di alam semesta.

إِنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

"Sesungguhnya Allah, bagi-Nya-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menghidupkan dan mematikan. Dan tidak ada bagi kamu selain Allah seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang penolong." (QS. At-Taubah: 116)

Penegasan Kepemilikan Mutlak

Ayat 116 dari Surat At-Taubah (surat yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian dan penegasan akidah) dimulai dengan premis fundamental: "Sesungguhnya Allah, bagi-Nya-lah kerajaan langit dan bumi." Frasa ini bukanlah sekadar pernyataan kepemilikan biasa, melainkan penegasan kedaulatan (Al-Mulk) yang absolut dan tanpa tandingan. Langit dan bumi, dengan segala isinya—galaksi, bintang, planet, lautan, gunung, hingga atom terkecil—semuanya berada di bawah kekuasaan penuh-Nya.

Penegasan ini berfungsi untuk membatalkan segala bentuk kesyirikan atau ketergantungan total kepada selain Allah. Ketika seseorang memahami bahwa penguasa sejati alam semesta adalah Allah, maka segala bentuk ketakutan, harapan, dan ketergantungan materiil harus diarahkan kepada Dzat yang Maha Menguasai segalanya. Ini adalah inti dari konsep Tawakkul yang benar. Bagaimana mungkin kita mencari pertolongan dari entitas yang fana dan terbatas, sementara Sang Pencipta segala yang ada itu Maha Kuasa?

Dua Kekuatan Hidup dan Mati

Setelah menegaskan kepemilikan, ayat ini melanjutkan dengan dua aksi utama yang menunjukkan dominasi-Nya: "Dia menghidupkan dan mematikan." Kehidupan dan kematian adalah dua batas eksistensi yang paling misterius dan paling ditakuti oleh manusia. Di tangan siapa kunci dua perkara krusial ini berada? Ayat ini menjawabnya dengan tegas: hanya di tangan Allah.

Kemampuan untuk menghidupkan (memberi ruh, memulai eksistensi, memberikan kesempatan) dan mematikan (mengakhiri fungsi tubuh, mengembalikan ruh) adalah bukti nyata bahwa Allah adalah sumber tunggal dari semua awal dan akhir. Dalam konteks peperangan atau kesulitan hidup (yang sering menjadi latar turunnya ayat-ayat di Surah At-Taubah), penegasan ini menjadi penenang jiwa. Jika Allah telah menetapkan ajal dan memberi kesempatan untuk hidup, tidak ada kekuatan di bumi atau di langit yang dapat menundanya atau mempercepatnya di luar kehendak-Nya.

Tidak Ada Wali dan Nasir Selain Allah

Puncak dari penegasan teologis dalam ayat ini terletak pada kalimat penutupnya: "Dan tidak ada bagi kamu selain Allah seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang penolong." Kata Waliy (wali/pelindung) dan Nasir (penolong/pembela) seringkali digunakan untuk merujuk kepada entitas yang memberikan perlindungan dan dukungan.

Bagi orang-orang beriman yang mungkin sedang menghadapi tekanan sosial, ancaman dari musuh, atau godaan duniawi, ayat ini adalah pengingat mutlak. Semua hubungan protektif yang kita bangun di dunia—kekuatan politik, harta kekayaan, atau jaringan pertemanan—bersifat relatif dan sementara. Ketika kesulitan yang sesungguhnya datang, hanya perlindungan dari Allah yang mutlak dan abadi.

Oleh karena itu, memahami At-Taubah ayat 116 adalah melatih hati untuk berserah sepenuhnya. Ini bukan berarti kita pasif; Islam menganjurkan usaha (ikhtiar). Namun, setelah usaha maksimal dilakukan, penyerahan hasil akhir kepada Allah adalah bentuk pengakuan bahwa kita adalah makhluk yang lemah dan terbatas, sementara pertolongan sejati hanya datang dari Sang Maha Kuat. Ayat ini adalah seruan abadi untuk memurnikan hati dan mengarahkan seluruh penghambaan hanya kepada Zat yang memiliki kerajaan tunggal atas langit dan bumi.