Struktur organisasi masyarakat (Ormas) adalah kerangka kerja formal yang mendefinisikan hubungan kekuasaan, komunikasi, dan pembagian tugas di antara anggota atau komponen dalam suatu kesatuan masyarakat lokal, komunitas adat, atau kelompok sosial tertentu. Memahami struktur ini sangat krusial karena menjadi fondasi dalam pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, dan implementasi program-program pemberdayaan masyarakat. Struktur ini memastikan adanya keteraturan dan akuntabilitas dalam setiap gerak organisasi.
Bagan struktur organisasi masyarakat berfungsi sebagai peta visual. Bagan ini merangkum hierarki kekuasaan, mulai dari posisi tertinggi (seperti Ketua atau Kepala Adat) hingga unit kerja terkecil (seperti seksi atau kelompok kerja). Dalam konteks masyarakat yang dinamis, bagan ini membantu anggota baru untuk segera memahami siapa yang bertanggung jawab atas isu tertentu dan jalur komunikasi resmi yang harus ditempuh. Tanpa bagan yang jelas, sering terjadi tumpang tindih wewenang atau bahkan kekosongan tanggung jawab, yang pada akhirnya menghambat efektivitas kerja organisasi.
Berbeda dengan struktur perusahaan komersial yang cenderung kaku dan berorientasi pada profit, struktur organisasi masyarakat lebih bersifat adaptif, seringkali mencampurkan elemen formal (berdasarkan AD/ART) dan informal (berdasarkan ikatan kekerabatan atau senioritas). Inilah mengapa visualisasi melalui bagan menjadi sangat membantu untuk memisahkan peran struktural dari peran sosial yang melekat pada individu.
Meskipun setiap organisasi masyarakat memiliki kekhasan, beberapa komponen inti biasanya selalu muncul dalam bagan strukturnya. Komponen ini mencerminkan prinsip dasar tata kelola yang baik.
Aspek penting dari struktur organisasi masyarakat adalah fleksibilitasnya. Di banyak komunitas pedesaan atau perkotaan padat, struktur yang terlalu kaku seringkali tidak efektif karena interaksi sosial seringkali lebih kuat daripada aturan tertulis. Misalnya, seorang Ketua RT mungkin secara struktural berada di bawah Lurah, namun dalam penyelesaian konflik antarwarga, pengaruh tokoh agama atau sesepuh yang tidak tercantum dalam bagan formal bisa jadi lebih dominan.
Oleh karena itu, ketika menyusun atau mempelajari bagan struktur, penting untuk menyadari bahwa diagram hanya merepresentasikan jalur otoritas formal. Dalam praktiknya, komunikasi horizontal (antar-seksi) dan pengaruh informal harus diakui sebagai bagian integral dari cara kerja organisasi tersebut. Bagan struktur yang baik harus memfasilitasi, bukan menghambat, kolaborasi antarberbagai elemen masyarakat demi mencapai tujuan bersama, seperti peningkatan keamanan, pelestarian budaya, atau pembangunan infrastruktur lokal.