Hewan ruminansia, seperti sapi, kambing, dan domba, memiliki sistem pencernaan yang unik yang memungkinkan mereka mencerna pakan berserat tinggi, terutama selulosa, yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik. Sistem pencernaan ini ditandai dengan adanya empat kompartemen lambung, yaitu Rumen, Retikulum, Omasum, dan yang paling penting dari sisi biokimia, **Babat Abomasum** (atau sering hanya disebut Abomasum).
Abomasum adalah kompartemen lambung keempat dan terakhir pada ruminansia. Berbeda dengan tiga kompartemen pertama (Rumen, Retikulum, dan Omasum) yang berfungsi utama sebagai fermentasi mikroba, Abomasum sering dijuluki sebagai "perut sejati" karena fungsinya sangat mirip dengan lambung pada hewan non-ruminansia.
Di sinilah proses pencernaan enzimatik dimulai secara intensif. Dinding Abomasum dilengkapi dengan kelenjar mukosa yang menghasilkan asam klorida (HCl) dan enzim pencernaan penting, terutama pepsinogen yang kemudian diaktifkan menjadi pepsin. Produksi asam yang signifikan ini menciptakan lingkungan yang sangat asam, dengan pH biasanya berkisar antara 2 hingga 4. Keasaman ini memiliki dua tujuan utama: pertama, menonaktifkan sisa-sisa mikroorganisme yang lolos dari proses fermentasi di kompartemen sebelumnya, dan kedua, memulai hidrolisis protein yang berasal dari pakan maupun biomassa mikroba itu sendiri.
Salah satu keunggulan sistem pencernaan ruminansia terletak pada kemampuannya memanfaatkan protein yang terdapat dalam mikroba rumen. Sebagian besar protein yang masuk ke Abomasum adalah protein mikroba yang berkualitas tinggi. Ketika makanan mencapai kompartemen asam ini, lingkungan yang keras memastikan bahwa protein tersebut dapat dicerna oleh enzim lambung. Tanpa Abomasum, pemanfaatan protein dari hasil fermentasi mikroba akan sangat terbatas. Oleh karena itu, kesehatan dan fungsi optimal **babat abomasum** sangat menentukan efisiensi penyerapan nutrisi secara keseluruhan pada ternak.
Gangguan pada Abomasum seringkali mengancam kesehatan dan produktivitas ternak, terutama pada sapi perah dengan asupan energi tinggi. Salah satu kondisi yang paling sering didiagnosis dan memerlukan perhatian serius adalah Dislokasi Abomasum (Abomasal Displacement). Kondisi ini terjadi ketika Abomasum berpindah dari posisi normalnya di kuadran kanan bawah perut menuju posisi di tengah atau kiri perut (biasanya ke kiri, dikenal sebagai Left Abomasal Displacement/LAD).
Penyebab utama pergeseran ini sering dikaitkan dengan penurunan motilitas (pergerakan) Abomasum, yang dapat dipicu oleh asidosis rumen akibat konsumsi pakan tinggi karbohidrat yang cepat, atau pascapartus (setelah melahirkan) karena penurunan nafsu makan dan stres. Ketika Abomasum bergeser, ia dapat terperangkap di antara rumen dan dinding perut, menyebabkan gas menumpuk dan menghalangi pengeluaran isi perut. Gejala klinisnya mencakup penurunan nafsu makan drastis, penurunan produksi susu, dan seringkali disertai dengan krepitasi (bunyi gelembung) saat diperiksa. Penanganan kondisi ini, terutama LAD, seringkali memerlukan prosedur bedah atau prosedur non-bedah seperti penarikan (tack).
Penting untuk membedakan fungsi Abomasum dengan Rumen. Rumen adalah fermentor utama, didominasi oleh bakteri, protozoa, dan jamur yang memecah serat kasar melalui proses anaerobik. Rumen tidak memproduksi asam lambung. Sebaliknya, Retikulum bertindak sebagai penyaring, membantu mengembalikan makanan yang belum tercerna (regurgitasi untuk ruminansia). Omasum memiliki fungsi menyerap air dan asam lemak volatil yang tersisa sebelum makanan memasuki **babat abomasum**. Dengan demikian, Abomasum menutup rantai pencernaan pra-usus halus, memastikan bahwa nutrisi yang siap diserap oleh usus telah melewati proses denaturasi protein dan penghancuran mikroba yang diperlukan.
Memahami anatomi dan fisiologi dari keempat kompartemen ini sangat fundamental bagi setiap praktisi peternakan. Kesehatan saluran pencernaan, khususnya integritas **babat abomasum**, adalah kunci untuk mencapai konversi pakan yang efisien dan kesehatan ternak yang prima.