Ikon rumah dengan peta, melambangkan kembali ke tempat asal.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, di mana setiap detik terasa berharga dan tujuan-tujuan besar seringkali menuntut perhatian penuh, ada sebuah panggilan lembut yang terkadang terabaikan. Sebuah panggilan yang sederhana namun mendalam, terangkum dalam dua kata sakral: Ayo muleh. Frasa ini, lebih dari sekadar ajakan untuk kembali ke sebuah lokasi fisik, adalah undangan untuk menyentuh kembali esensi diri, akar yang menopang kita, dan kehangatan hati yang mungkin mulai tereduksi oleh tuntutan dunia luar.
Kata "muleh" dalam bahasa Jawa memiliki makna yang kaya. Ia bukan sekadar pulang dari bepergian, melainkan kembali ke pangkal, ke sumber, ke tempat di mana jiwa merasa diterima tanpa syarat. Ini bisa berarti kembali ke rumah orang tua, ke kampung halaman tempat kita tumbuh, atau bahkan kembali pada nilai-nilai dan tradisi yang membentuk kita. Di era digital yang serba cepat ini, mobilitas menjadi norma. Kita berpindah dari satu kota ke kota lain, dari satu negara ke negara lain, mengejar karier, pendidikan, atau pengalaman baru. Namun, dalam proses perpindahan ini, seringkali kita terlepas dari jangkar yang sesungguhnya.
Mengapa kita perlu "muleh"? Alasan pertama adalah untuk menemukan kembali ketenangan. Lingkungan tempat kita tumbuh seringkali menyimpan memori indah dan aura kedamaian yang sulit ditemukan di tempat lain. Udara yang kita hirup, pemandangan yang kita lihat, bahkan suara-suara yang akrab di telinga, semuanya berkontribusi pada rasa nyaman dan aman. "Muleh" memungkinkan kita untuk mengisi ulang energi mental dan emosional yang terkuras akibat tekanan hidup.
Kedua, "muleh" adalah sarana untuk mempererat kembali tali silaturahmi. Hubungan dengan keluarga dan sahabat lama seringkali menjadi korban pertama dari kesibukan dan jarak. Ketika kita kembali, ada kesempatan emas untuk memperbaiki komunikasi, berbagi cerita, dan mengingatkan diri sendiri tentang pentingnya dukungan sosial. Momen-momen sederhana seperti makan bersama, bercakap-cakap di teras rumah, atau sekadar duduk berdampingan, memiliki kekuatan penyembuhan yang luar biasa. Ikatan ini adalah fondasi yang kuat untuk menghadapi segala tantangan hidup.
Selanjutnya, "muleh" berfungsi sebagai pengingat identitas. Di perantauan, kita mungkin harus beradaptasi dengan budaya dan norma baru, terkadang sampai merasa asing dengan diri sendiri. Kembali ke tempat asal memungkinkan kita untuk terhubung kembali dengan akar budaya, bahasa, dan kebiasaan yang membentuk jati diri kita. Ini bukan berarti menolak perkembangan, melainkan memahami dari mana kita berasal agar dapat melangkah lebih mantap ke depan. Mengetahui sejarah dan warisan kita adalah sumber kekuatan dan kebanggaan.
Namun, konsep "muleh" tidak melulu tentang fisik. Terkadang, "muleh" adalah tentang kembali ke diri sendiri. Ini adalah proses introspeksi, merenungkan kembali pilihan-pilihan hidup, dan mengevaluasi apakah jalan yang ditempuh sudah selaras dengan hati nurani. Di tengah kebisingan dunia, sangat mudah kehilangan koneksi dengan suara batin. "Muleh" dalam makna ini berarti menciptakan ruang untuk kedekatan diri, untuk mendengar kembali bisikan jiwa yang seringkali teredam. Ini bisa dilakukan melalui meditasi, menulis jurnal, atau sekadar meluangkan waktu untuk merenung dalam kesendirian.
Menerapkan ajakan "ayo muleh" dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Ia membutuhkan keberanian untuk menghentikan sejenak laju, mengabaikan sejenak ambisi yang terus mengejar, dan memberikan prioritas pada apa yang benar-benar bermakna. Mungkin itu berarti mengambil cuti lebih sering, mengatur jadwal kunjungan ke rumah, atau bahkan secara sadar meluangkan waktu untuk melakukan refleksi diri di tengah kesibukan. Pesan utamanya adalah mengenali kapan diri membutuhkan "pulang", baik secara fisik maupun spiritual.
Mengapa ajakan ini terasa begitu relevan sekarang? Mungkin karena kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan keseimbangan hidup semakin meningkat. Kita mulai memahami bahwa kesuksesan materi saja tidak cukup jika batin merana. "Muleh" menawarkan solusi holistik, sebuah cara untuk menyelaraskan kembali antara pencapaian lahiriah dengan kedamaian batiniah. Ia adalah pengingat bahwa di mana pun kita berada, selalu ada tempat yang bisa kita sebut rumah, baik itu sebuah bangunan fisik, lingkungan sosial yang hangat, maupun kedamaian di dalam diri.