Ilustrasi: Proklamasi dan Pembebasan Tanggung Jawab
Surat At-Taubah (Surat ke-9 dalam Al-Qur'an) memiliki posisi unik di antara surat-surat lainnya. Berbeda dengan surat-surat lain yang diawali dengan bacaan Basmalah (Bismillahirrahmanirrahim), Surat At-Taubah dimulai langsung dengan sebuah pernyataan tegas dan penting. Ayat pertama surat ini menjadi titik fokus bagi para ulama dan ahli tafsir karena mengandung makna pemutusan hubungan dan deklarasi kebebasan.
بَرَاءَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦٓ إِلَى ٱلَّذِينَ عَٰهَدتُّم مِّنَ ٱلْمُشْرِكِينَ
(Ini adalah) pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya kepada orang-orang musyrikin yang telah kamu adakan perjanjian dengan mereka.
Ayat ini merupakan pembukaan yang sangat kuat. Kata pertama, "Barā'ah" (بَرَاءَةٌ), berarti pemutusan, pelepasan, atau pernyataan bebas tanggung jawab. Konteks turunnya ayat ini sangat penting untuk dipahami. Ayat ini turun setelah peristiwa Fathu Makkah (penaklukan Mekkah) dan bertujuan untuk memberikan pemberitahuan resmi kepada kaum musyrikin di Jazirah Arab mengenai berakhirnya semua perjanjian damai yang telah diadakan antara kaum Muslimin dengan mereka.
Sebelum turunnya ayat ini, telah terjadi beberapa perjanjian damai antara Rasulullah ﷺ dengan suku-suku Quraisy dan kabilah-kabilah lain yang masih memegang teguh paganisme. Perjanjian-perjanjian ini penting untuk menjaga stabilitas di masa awal dakwah, terutama ketika umat Islam masih lemah atau saat sedang membangun kekuatan. Namun, seiring dengan semakin menguatnya kedudukan Islam, beberapa pihak musyrikin mulai melanggar janji atau menunjukkan niat permusuhan yang terang-terangan.
Ayat ini, yang kemudian menjadi pembuka surat, menetapkan batas waktu empat bulan bagi mereka untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka. Empat bulan ini, yang sering disebut sebagai Arba'atul Hurum (bulan-bulan suci), memberikan waktu yang cukup bagi mereka untuk menarik diri dari permusuhan atau segera masuk Islam. Jika setelah batas waktu tersebut mereka tetap dalam kekafiran dan permusuhan, maka janji yang mengikat kedua belah pihak dinyatakan batal demi hukum syariat.
Pemutusan hubungan yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah pemutusan hubungan persaudaraan secara umum, melainkan pemutusan ikatan politik, perjanjian keamanan, dan jaminan perlindungan yang sebelumnya diberikan. Ini adalah langkah strategis yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menegakkan kedaulatan Islam dan membersihkan Jazirah Arab dari praktik-praktik syirik yang bertentangan dengan tauhid murni.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa keberanian memulai surat dengan kata "Barā'ah" menunjukkan betapa pentingnya ketegasan dalam urusan akidah dan kedaulatan negara Islam. Ini menegaskan bahwa kompromi dalam hal prinsip-prinsip dasar agama tidak dapat dipertahankan jika pihak lain telah menunjukkan pengkhianatan atau penolakan terhadap kebenaran.
Ayat pertama Surat At-Taubah menjadi pelajaran penting tentang bagaimana umat Islam harus bersikap terhadap perjanjian. Perjanjian harus dihormati selama pihak lain memegang teguh kesepakatan. Namun, ketika prinsip keadilan dan kebenaran terancam oleh pelanggaran yang dilakukan oleh mitra perjanjian, maka Allah memberikan izin untuk memutus ikatan tersebut demi kemaslahatan yang lebih besar. Ayat ini menggarisbawahi bahwa janji Allah dan Rasul-Nya selalu mendahului janji antarmanusia, terutama dalam urusan yang berkaitan dengan penegakan risalah Islam. Memahami konteks ayat ini membantu kita melihat keadilan dan ketegasan dalam syariat Islam.