Kajian Mendalam Surat At-Taubah Ayat 75-78: Ujian Keikhlasan Iman

Surat At-Taubah, yang merupakan surat terakhir diturunkan dalam urutan mushaf, membawa banyak ajaran penting mengenai peperangan, perjanjian, dan ujian iman. Di antara ayat-ayat yang menekankan kejujuran spiritual adalah rentetan ayat 75 hingga 78. Ayat-ayat ini secara spesifik menyoroti sekelompok sahabat yang menghadapi dilema antara menunaikan janji kepada Allah (berjuang di jalan-Nya) dan godaan duniawi.

Ayat-ayat ini menjadi cermin abadi bagi setiap mukmin tentang pentingnya konsistensi antara lisan dan perbuatan, terutama saat menghadapi kesulitan atau godaan kenikmatan sementara.

Ilustrasi Timbangan Iman dan Dunia Janji Ilahi Godaan Dunia

Teks dan Terjemahan Ayat

وَمِنْهُم مَّنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِن فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آتَاهُم مِّن فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوا وَّهُم مُّعْرِضُونَ (76) فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَىٰ يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77) أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ وَأَنَّ اللَّهَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (78)

(75) Dan di antara mereka ada orang yang membuat perjanjian dengan Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberi karunia kepada kami dari sebagian keutamaan-Nya, pasti kami akan berinfak dan pasti kami termasuk orang-orang yang saleh." (76) Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir terhadap karunia tersebut dan berpaling (dari janji mereka), dan merekapun menjadi orang-orang yang berpaling (dari kebenaran). (77) Maka Allah memberikan kemunafikan di dalam hati mereka sampai kepada hari mereka menemui-Nya, disebabkan karena mereka telah menyalahi Allah apa yang telah mereka janjikan kepada-Nya dan disebabkan karena mereka selalu berdusta. (78) Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah mengetahui segala rahasia mereka dan bisikan hati mereka, dan bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala yang gaib?

Konteks Penurunan dan Pelajaran Awal

Ayat-ayat ini sering dikaitkan dengan kisah sebagian kaum munafik atau orang-orang yang lemah imannya pada masa Nabi Muhammad SAW, khususnya menjelang atau saat Perang Tabuk. Mereka membuat janji kepada Allah saat kondisi sedang sulit, bersumpah bahwa jika Allah memberikan kemudahan atau rezeki, mereka akan bersedekah (infak) dan menjadi orang yang saleh. Janji tersebut diucapkan untuk menunjukkan kesetiaan mereka atau sekadar ingin bebas dari tanggung jawab jihad yang berat.

Namun, ketika kondisi berubah—ketika kekayaan atau rezeki datang (seperti hasil rampasan atau kelapangan pasca kesulitan)—sifat alami manusia yang materialistis muncul. Mereka menjadi bakhil (kikir) terhadap apa yang dijanjikan. Sikap ini menunjukkan kedangkalan iman mereka; janji mereka terucap hanya di lisan, bukan dari ketulusan hati.

Konsekuensi Pengkhianatan Janji (Ayat 77)

Ayat 77 adalah peringatan keras: "Maka Allah memberikan kemunafikan di dalam hati mereka sampai kepada hari mereka menemui-Nya..."

Konsekuensi dari ingkar janji kepada Allah, terutama janji yang berkaitan dengan ketaatan dan kedermawanan, adalah menanamkan sifat nifaq (kemunafikan) di dalam hati. Ini bukanlah sekadar hukuman duniawi, melainkan kerusakan spiritual yang berlanjut hingga hari kiamat. Kemunafikan ini tumbuh karena adanya dua lapisan: lisan yang mengatakan kebenaran tetapi hati yang menyembunyikan kebohongan dan ketamakan. Mereka mendustai janji mereka sendiri, dan secara otomatis, mereka mendustai Allah yang Maha Tahu.

Dalam konteks modern, ini bisa diartikan sebagai ketidakmampuan menepati komitmen agama ketika tuntutan duniawi lebih menggoda. Misalnya, berjanji untuk lebih taat saat sakit, namun kembali lalai saat sehat, atau berjanji berinfak besar saat kondisi finansial sedang sulit, namun menolak saat Allah meluaskan rezeki.

Pengawasan Allah yang Maha Mengetahui (Ayat 78)

Ayat penutup rangkaian ini (Ayat 78) berfungsi sebagai penutup yang tegas sekaligus menenangkan bagi orang-orang yang jujur. Allah SWT mengingatkan, "Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah mengetahui segala rahasia mereka dan bisikan hati mereka, dan bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala yang gaib?"

Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun niat tersembunyi yang luput dari pengawasan-Nya. Jika seseorang berjanji karena ingin dipuji manusia, atau menahan sedekah karena takut miskin, Allah mengetahuinya secara rinci, bahkan sebelum bisikan itu menjadi keputusan nyata di hati. Pengetahuan Allah mencakup sirr (rahasia yang terpendam) dan najwa (bisikan rahasia antarmanusia).

Bagi orang mukmin sejati, ayat ini menjadi pengingat bahwa kejujuran harus datang dari lubuk hati terdalam, bukan sekadar penampilan luar atau janji yang diucapkan untuk melepaskan diri dari tekanan situasi. Hanya hati yang bersih dari nifaq dan konsisten dalam janji kepada Allah yang akan menuai hasil terbaik di sisi-Nya.