Dalam dunia peternakan unggas, istilah "ayam broiler tua" mungkin terdengar tidak umum atau bahkan sedikit membingungkan bagi sebagian orang. Umumnya, ayam broiler dikenal sebagai ayam pedaging yang dipanen pada usia muda, biasanya antara 30-45 hari, untuk mendapatkan daging yang empuk dan berukuran optimal. Namun, ada kalanya ayam broiler dipelihara hingga usia yang lebih matang, dan inilah yang kemudian kita kenal sebagai ayam broiler tua.
Ayam broiler tua bukanlah jenis ayam yang berbeda secara genetik dari broiler muda. Perbedaan utamanya terletak pada lamanya masa pemeliharaan. Jika ayam broiler komersial dipanen sebelum mencapai kematangan seksual penuh dan sebelum otot-ototnya berkembang sepenuhnya untuk menghasilkan daging yang lembut, maka ayam broiler tua adalah ayam yang dibiarkan tumbuh lebih lama. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kebijakan peternakan, permintaan pasar yang spesifik, hingga program pemuliaan yang berbeda.
Perbedaan paling mencolok antara ayam broiler tua dan ayam broiler muda terletak pada beberapa aspek:
Dalam konteks pasar, ayam broiler tua seringkali tidak ditujukan untuk pasar konsumsi umum yang menginginkan daging empuk untuk digoreng atau dibakar dalam waktu singkat. Sebaliknya, mereka lebih cocok untuk diolah menjadi berbagai macam hidangan yang membutuhkan proses memasak lebih lama, seperti sup, kaldu, semur, atau ayam rebus. Proses memasak yang lambat dan lama dengan api kecil justru dapat membantu memecah jaringan kolagen dalam daging, membuatnya menjadi lebih lembut dan empuk sekaligus mengeluarkan cita rasa yang mendalam.
Meskipun seringkali dipandang sebagai "sisa" dari siklus broiler muda, ayam broiler tua sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar, terutama dalam industri kuliner dan pengolahan makanan.
Daging dan tulang ayam broiler tua kaya akan kolagen dan nutrisi lain yang sangat baik untuk membuat kaldu. Proses perebusan yang lama akan mengekstrak sari pati, mineral, dan gelatin dari tulang dan daging, menghasilkan kaldu yang kental, gurih, dan bergizi. Kaldu ini menjadi dasar yang sempurna untuk berbagai sup, saus, dan hidangan lainnya.
Tekstur daging yang liat justru membuat ayam broiler tua cocok untuk diolah menjadi produk seperti abon ayam, serundeng, atau bahkan bakso yang membutuhkan daging yang bisa dipadatkan.
Beberapa jenis masakan tradisional Indonesia, seperti opor ayam, gulai, atau ayam kecap yang dimasak dalam waktu lama, sangat cocok menggunakan daging ayam broiler tua. Rasa yang lebih intens dan kemampuan daging untuk menyerap bumbu dengan baik menjadikannya pilihan yang menarik.
Dalam beberapa kasus, jika ayam broiler tua tidak memenuhi standar untuk konsumsi manusia, mereka dapat diolah menjadi bahan baku pakan ternak lain, seperti tepung ikan atau pakan ayam lain, untuk mengurangi limbah dan memaksimalkan nilai ekonomis.
Penting untuk membedakan ayam broiler tua dengan ayam kampung atau ayam Joper (Jawa Super). Ayam kampung dan Joper adalah jenis ayam yang secara genetik berbeda dan dipelihara dengan sistem pemeliharaan yang berbeda pula. Ayam kampung memiliki pertumbuhan yang lebih lambat, otot yang lebih padat, dan tekstur daging yang lebih liat secara alami, namun dengan rasa yang sangat khas dan kaya. Ayam Joper adalah persilangan antara ayam kampung dan broiler, menawarkan pertumbuhan yang lebih cepat dari ayam kampung namun dengan rasa yang mendekati ayam kampung. Ayam broiler tua, meskipun memiliki tekstur yang mirip dengan ayam kampung karena keliatannya, masih membawa karakteristik pertumbuhan cepat dari garis keturunan broiler yang membuatnya memiliki ukuran lebih besar pada usia yang lebih matang.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai karakteristik dan potensi ayam broiler tua, komoditas ini dapat dimanfaatkan secara optimal, baik oleh peternak maupun industri kuliner, sehingga tidak hanya mengurangi potensi kerugian tetapi juga membuka peluang pasar baru.