Bertawakal Kepada Allah
(Ilustrasi: Simbol bersandar dan pertolongan)
"Maka jika mereka berpaling (darimu, wahai Nabi, setelah diberi peringatan), katakanlah: 'Cukuplah Allah (sebagai penolong) bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dialah Tuhan Pemilik 'Arsy yang agung.'"
Ayat 129 dari Surat At-Taubah (surah ke-9 dalam Al-Qur'an) ini merupakan penegasan penting mengenai sikap seorang Muslim, khususnya Rasulullah SAW, dalam menghadapi penolakan atau pembangkangan dari pihak-pihak yang tidak mau menerima kebenaran. Ayat ini mengandung makna penyerahan diri total kepada Allah SWT setelah usaha dakwah maksimal telah dilakukan.
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "حَسْبِيَ اللّٰهُ" (Hasbiyallahu), yang berarti "Cukuplah Allah bagiku." Ini adalah deklarasi yang sangat kuat, menyatakan bahwa kekuatan, perlindungan, dan pertolongan Allah sudah lebih dari cukup untuk menghadapi segala bentuk permusuhan atau kesulitan. Ketika manusia telah berusaha sekuat tenaga dan hasilnya tidak sesuai harapan, titik kembalinya adalah bersandar penuh kepada Sang Pencipta.
Penekanan pada "لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ" (Laa Ilaaha Illa Huwa) menegaskan kembali tauhid, fondasi dari semua kekuatan dan tempat bersandar. Hanya Allah, Al-Haq (Yang Maha Benar), yang layak dijadikan sandaran mutlak.
Ayat ini diakhiri dengan pengakuan akan keagungan Allah sebagai "رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ" (Rabbul 'Arsyil 'Azhim), Tuhan Pemilik 'Arsy yang Maha Agung. 'Arsy adalah ciptaan Allah yang paling besar yang dapat kita bayangkan. Menyebutkan bahwa Allah adalah Tuhan dari singgasana yang agung ini berfungsi untuk meninggikan derajat dan kekuasaan-Nya, sekaligus menunjukkan betapa kecilnya masalah duniawi jika dibandingkan dengan kebesaran-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari, ayat ini menjadi pedoman bagi umat Islam bahwa setelah melakukan ikhtiar (usaha) terbaik sesuai syariat, hasilnya harus diserahkan sepenuhnya kepada ketetapan Allah (tawakal). Sikap ini membebaskan jiwa dari kecemasan berlebihan terhadap hasil akhir, karena kita tahu bahwa hasil terbaik ada dalam genggaman Dzat yang Maha Kuasa. Keberanian Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi tekanan besar sering kali dilandasi oleh keyakinan penuh pada janji dan kecukupan Allah, sebagaimana terukir indah dalam ayat mulia ini. Ini adalah dosis spiritual yang diperlukan setiap kali kita merasa terdesak oleh keadaan atau penolakan orang lain.
Inti dari pengamalan ayat ini adalah memelihara kualitas tawakal yang sejati: bukan sekadar pasrah tanpa usaha, melainkan usaha maksimal diikuti dengan penyerahan hasil secara total kepada Allah. Ketika kita berkata, "Hanya kepada-Nya aku bertawakal," itu berarti kita menempatkan harapan tertinggi kita pada kekuatan-Nya yang tak terbatas, jauh melampaui kemampuan makhluk mana pun.