Keutamaan Orang yang Menghidupkan Masjid dalam At-Taubah (18-20)

Simbol Ketulusan dan Masjid M

Surat At-Taubah, yang juga dikenal sebagai Bara’ah, adalah salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an yang berbicara banyak mengenai jihad, peperangan, dan pemurnian iman umat Islam. Di tengah pembahasan yang tegas tersebut, Allah SWT menyisipkan ayat-ayat yang menjelaskan tentang kualitas sejati dari orang-orang yang beriman dan totalitas pengabdian mereka kepada-Nya, khususnya yang berkaitan dengan fasilitas ibadah, yaitu masjid.

Ayat 18 hingga 20 dari Surat At-Taubah memberikan batasan tegas mengenai siapa yang berhak memakmurkan rumah Allah dan apa kedudukan iman mereka di sisi-Nya. Ayat-ayat ini adalah standar emas bagi setiap muslim untuk mengukur kedalaman cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Teks dan Terjemahan Ayat 18-20 At-Taubah

Ayat 18
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَن يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Hanyalah orang-orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ayat 19
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ لَا يَسْتَوُونَ عِندَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah kamu menyamakan orang-orang yang memberi minum haji dan orang-orang yang memakmurkan Masjidilharam, dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Ayat 20
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka, adalah lebih besar dan lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang yang menang.

Ciri-Ciri Sejati Pembangun dan Pemakmur Masjid (Ayat 18)

Ayat 18 memberikan definisi yang sangat jelas mengenai siapa yang berhak dan pantas untuk disebut sebagai 'pemakmur' (yang membangun dan menghidupkan) masjid. Kata 'memakmurkan' di sini bukan hanya sekadar membangun fisik bangunan, tetapi juga menghidupkan fungsi spiritualnya. Kriteria yang ditetapkan Allah SWT sangat fundamental dan menunjukkan integrasi totalitas iman:

  1. Iman kepada Allah dan Hari Akhir: Pondasi utamanya adalah keyakinan teguh pada Tauhid dan adanya pertanggungjawaban di akhirat. Tanpa keyakinan ini, segala amal perbuatan hanyalah formalitas kosong.
  2. Mendirikan Shalat: Ketaatan ritual yang paling utama, menegaskan hubungan vertikal hamba dengan Tuhannya.
  3. Menunaikan Zakat: Menunjukkan ketaatan horizontal, yaitu kepedulian terhadap hak fakir miskin dan membersihkan harta.
  4. Tidak Takut Kecuali kepada Allah: Inilah inti keberanian spiritual. Orang yang memakmurkan masjid dengan benar tidak akan tunduk pada tekanan duniawi, penguasa zalim, atau ancaman musuh. Ketakutan mereka terpusat hanya pada Dzat yang Maha Kuasa.

Kelompok inilah yang diharapkan Allah SWT termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (al-muhtadîn). Ini menunjukkan bahwa kemakmuran masjid secara spiritual dan fisik adalah buah dari keimanan yang kokoh.

Perbedaan Derajat di Sisi Allah (Ayat 19)

Ayat 19 menegaskan penolakan terhadap penyamaan antara amal ibadah yang didasari iman sejati dengan sekadar tradisi atau pelayanan sosial tanpa basis keimanan yang kuat. Pada konteks turunnya ayat ini, terdapat orang-orang musyrik (yang kemudian memeluk Islam namun masih memiliki mentalitas lama) yang membanggakan diri karena memberi minum jamaah haji (siqâyah) dan mengurus Ka'bah ('imārat al-masjid al-haram) di masa Jahiliyah.

Allah menegaskan, layanan mulia tersebut tidak setara dengan amal orang yang telah beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah. Perbedaannya terletak pada basis keyakinan. Tanpa iman kepada Allah dan Hari Akhir, amalan terbaik sekalipun tidak dapat menandingi amal orang beriman, bahkan jika amal itu tampak berhubungan dengan ritual keagamaan.

Puncak Keunggulan: Jihad dengan Harta dan Jiwa (Ayat 20)

Ayat 20 kemudian memuncak pada deskripsi derajat tertinggi bagi hamba Allah: yaitu mereka yang tidak hanya beriman, tetapi juga membuktikan keimanan itu melalui tindakan nyata yang menuntut pengorbanan besar.

Dua bentuk pengorbanan yang ditekankan adalah: berharta benda (pengorbanan materi) dan berjiwa (pengorbanan nyawa melalui jihad di jalan Allah). Kombinasi antara keimanan yang mantap, kesiapan berhijrah demi agama, dan pengorbanan totalitas harta serta nyawa inilah yang menjadikan mereka memiliki derajat yang jauh lebih agung di sisi Allah, dan merekalah para pemenang sejati (al-fā’izûn).

Secara keseluruhan, rangkaian ayat 18 hingga 20 dari Surat At-Taubah adalah tolok ukur komprehensif mengenai kualitas seorang mukmin sejati: dari fokus internal (iman dan ibadah), ekspresi sosial (zakat), keberanian spiritual (tidak takut selain Allah), hingga pembuktian tertinggi melalui pengorbanan total di jalan-Nya.